Sabtu, 05 Maret 2011

Mendidik Dengan Cinta


Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, Ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar menjadi rendah diri. 
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar untuk menyesali diri Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan Ia belajar menjadi percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian Ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, Ia belajar keadilan Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, Ia belajar menyenangi dirinya Jika anak dibesarkan dengan cinta kasih sayang dan persahabatan Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Kehidupan keluarga menjadi sumber inspirasi utama proses pembelajaran seorang anak dalam menemukan,
membentuk dan mendesain kepribadian. Dinamika kehidupan keluarga akan menjadi ruh bagi terbentuknya frame of personality.

Dari keluarga inilah anak menginternalisasikan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang nantinya akan digunakan sebagai alat berinteraksi dengan orang-orang di luar keluarganya. Sampai dengan titik ini dapat diambil suatu pemahaman bahwa baik buruknya kualitas kehidupan keluarga akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. Anak akan belajar dari apa yang Ia dengar, apa yang Ia lihat dan apa yang Ia rasakan dalam keluarganya, untuk selanjutnya Ia internalisasikan dan implementasikan dalam perilaku kesehariannya.

Dengan kata lain Bila Ia mendengar hal-hal yang Indah dari keluarganya, Ia pun akan berperilaku elok, santun dan lembut. Sebaliknya jika yang Ia dengar dan Ia lihat adalah kekerasan maka anak pun akan memperlihatkan kekerasan, agresifitas dan perilaku-perilaku negative lainnya.

Dengan Cinta Kita Bicara.
Cinta adalah bahasa yang paling universal dalam pengasuhan dan pendidikan anak-anak. Sebab cinta merupakan amunisi jiwa yang sangat dahsyat yang mampu mengalahkan kedahsyatan topan tornado maupun ganasnya luapan lahar gunung merapi. Atas nama cinta, banyak orang (ibu) yang rela berkorban demi kemuliaan hidup anak-anaknya. 

Apakah Cinta ? 

Dalam perspektif psikologi, cinta diidentifikasikan sebagai energi kehidupan positif yang bersifat afektif (emosi) . Energi cinta akan membawa seseorang pada perilaku yang positip, karena dalam cinta tersebut terkandung unsur-unsur positip seperti keikhlasan, kesabaran, kasih sayang, ketabahan, kejujuran, kepercayaan dan kesunguhsungguhan. Ketika energi cinta ini diimplemetasikan dalam mendidik anak-anak, maka orang tua harus berlaku ikhlas (lahir dan bathin), sabar dan penuh kasih sayang. Kasih sayang dalam kontek ini tidak berarti harus selalu memberi atau
menuruti semua kehendak anak, tetapi mempertegas sikap untuk memberi pelajaran pada anak bahwa tidak setiap keinginan atau kehendak itu harus terpenuhi. Ketegasan tidak sama dengan kekerasan !! Dunia anak-anak jauh sangat berbeda dengan dunianya orang tua/dewasa. 

Banyak hal yang berbeda bahkan bertolak belakang diantara keduanya. Kenyataan ini sering membuat orang tua tidak sabar dan tidak tabah dalam mengsuh/mendidik putra-putrinya. Ketidaksabaran dan ketidaktabahan ini menimbulkan konflik yang sering memicu timbulnya kemarahan, sehingga cinta yang semestinya menjadi energi positif berubah menjadi energi destruktif yang merusak sendi-sendi harmoni cinta antara orang tua dan anak-anaknya

Oleh karena itu memelihara cinta sebagai amunisi jiwa adalah merupakan kata kunci untuk membangun kejujuran, kepercayaan dan kesungguhan dalam “gerakan” mendidik dan mengasuh anak-anak tercinta. 

Bagaimana Memelihara Cinta ?

Sebagaimana sebuah tanaman, Cinta juga memerlukan pemeliharan yang baik agar tumbuh subur, berbunga indah dan berbuah lebat. Tanaman perlu dipupuk dengan pupuk organic untuk menjaga kesuburannya, maka cinta juga perlu disuburkan dengan pupuk-pupuk rohaniah. Diantara pupuk yang paling mujarap untuk menjaga kesuburan cinta adalah menumbuhkan rasa saling mengerti. Orang tua harus mencoba belajar memahami dunia anak-anak. 

Anak-anak bukan merupakan manusia dewasa dalam bentuk mini. Artinya jangan memeperlakukan anak-anak seperti kita memeperlakukan orang dewasa. Anak mempunyai dunianya yang khas, yang sangat berbeda dengan dunia kita. Dunia anak-anak adalah berekplorasi, berekperimen mencari tahu dan menemukan sesuatu yang sesuai dengan frame of reference mereka yang masih sangat simple. Bermain bagi seorang anak adalah aktivitas pencarian untuk menemukan apa yang sedang ia cari. Sedangkan bermain bagi orang dewasa adalah
refressing untuk menyegarkan jiwa raga setelah bergelut dengan padatnya pekerjaan. Dunia orang dewasa adalah dunia bekerja, dunia tanggung jawab yang menuntut kerja keras dan nilai-nilai pertanggungjawaban. Dimana semua itu akan bermuara pada terbentuknya rasa ukhuwah atau persaudaraan yang lebih kuat dan lebih baik. Persaudaraan yang kokoh adalah muara akhir dari energi cinta. Kesuburan cinta harus pula ditingkatkan dengan doa. Ketulusan dan keikhlasan doa merupakan jembatan bagi manusia untuk membentuk kehidupan jiwa yang khusuk, jiwa yang tawadu, konaah dan istiqomah , dimana semua itu akan menuntun terwujutnya perilaku yang halus sebagai wujut kematangan jiwa. Doa adalah intinya ibadah, di dalam doa termuat muatan cinta yang tidak terbatas. Maka berdoalah anda maka anda akan menjadi orang kaya dengan cinta. Doa akan menuntun manusia untuk mengakui bahwa dirinya adalah doif, lemah dan penuh ketidakberdayaan. Ketidak berdayaan inilah yang mendorong manusia untuk bersama membangun kekuatan yang namanya Cinta

Antara Ketegasan dan Kekerasan

Tidak ada satupun alasan pembenar yang dapat membenarkan tindak kekerasan pada anak untuk sebuah metode pendidikan. Kekerasan akan meninggalkan dendam dan kebencian. Yang dianjurkan adalah menggunakan pendekatan ketegasan. 

Tegas berarti aseritif, yaitu membiasakan disiplin untuk melatih bertanggungjawab. Ketegasan memang sering berimplikasi pada suatu suasana yang tidak menyenangkan bagi anak-anak. Namun selama ketegasan itu kita komunikasikan secara terbuka (tidak didasari oleh ego kekuasaan sebagai orang tua), maka lambat laun anak akan mengerti mengapa saya “dipaksa” bigini atau begitu” oleh ayah/ibu saya. 

Oleh karena itu konsep ketegasan ini harus selalu diiringi dengan pemberlakuan prinsip reward and punishment. Dengan demikian ketegasan tidak meninggalkan jejak dendam dan kebencian, sebaliknya meninggalkan kesan tentang perlunya tanggungjawab dan kedisiplinan. Cinta memang butuh ketegasan. Love your child forever, so they make be you understanding. Love is miracle !! Love is power and love is future !

Detik-detik Sakaratul Maut Rasulullah SAW



Rasulullah dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu.


Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.

 “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.

“Siapakah itu wahai anakku?”

“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah.

Fatimah menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya
.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.

Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.

“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?”

“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril meyakinkan.

Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

“Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh.

Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka.

“Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.


“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril sambil terus berpaling.

Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

“Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku,” pinta Rasul pada Allah
.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya
.
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“Ummatii, ummatii, ummatiii?” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Bapak Ilmu Bedah Modern Ternyata Seorang Muslim



Dalam dunia kedokteran, seringkali kita mendengar istilah ‘jahitan’ untuk menutup luka yang menganga. Penjahitan yang dalam bahasa kedokteran disebut hecting, biasanya dilakukan pada kulit atau jaringan tubuh lain yang robek. Untuk melakukan tindakan hecting diperlukan dua alat, yaitu jarum dan benang yang dikenal dengan istilah catgut. 

Catgut dibuat dari jaringan hewan. Biasanya dari usus sapi atau kambing. Mengapa dipilih dua hewan tersebut? Tak lain karena zat dari dua hewan inilah yang dapat diterima oleh tubuh manusia ketika benang (catgut) tersebut menyatu dengan kulit. Dan yang paling penting adalah karena dua hewan tadi halal digunakan menurut hukum islam.

Faktor kehalalan ini sangat diperhitungkan karena penemu metode hecting dengan zat catgut adalah seorang muslim.

Adalah seorang ilmuwan muslim, Abu Al Qasim Khalaf Ibn Al Abbas Al Zahrawi yang pertama kali menemukan catgut dan metode hecting pada abad ke-10.
Dunia pun mencatat kontribusi Abu Al Qasim ini. Sebuah buku yang ditulis oleh Ingrid Hehmeyer dan Aliya Khan, diterbitkan oleh Canadian Medical Association Journal (2007) berjudul Islam’ Forgotten Contributions to Medical Science (Kontribusi Islam yang Terlupakan dalam Ilmu Pengetahuan Medis), mengutip bahwa Abu Al Qasim adalah orang yang pertama yang menggunakan catgut sebagai bahan untuk melakukan hecting.
Metode ini ia temukan saat ia menjabat sebagai anggota Dewan Dokter Raja Al Hakam II masa kekhalifahan Umayyah di Andalusia (Spanyol sekarang). Penemuan tersebut merupakan sumbangan terbesar untuk dunia kedokteran dalam melakukan pembedahan. Betapa tidak, sebelum metode hecting ini ditemukan, pembedahan pada luka pasien dilakukan dengan cara membakar kulit atau jaringan yang terbuka. Istilah medisnya cauterization. Tindakan ini efektif menutup luka tapi sangat menyakitkan dan mempunyai efek jangka panjang yang buruk.

Peran Abu Al Qasim ini mengembangkan dunia medis terus berlanjut. Ia tak hanya menemukan metode (hecting) dan penggunaan catgut. Tokoh yang juga ahli kebidanan ini menemukan foreceps. Forcep adalah sebuah pisau bedah yang dipakai untuk mengeluarkan fetus (janin yang mati dalam kandungan). Abu Al Qasim juga dikenal sebagai orang pertama yang mengenali penyakit kelainan darah (hemophilia). Yang menakjubkan, ia juga membuat beragam obat untuk keperluan setelah operasi. Bahkan dalam hal menyiapkan gigi palsu dan memasangnya pun dapat ia lakukan.

Masih banyak kontribusi Abu Al Qasim dalam dunia medis yang dijadikan rujukan sampai sekarang. Semua rangkuman pengetahuannya tentang medis tercantum dalam bukunya yang berjudul Al-Tasrif (Metode Pengobatan). Di dalamnya ia mengemukakan banyak hal berkaitan dengan pengobatan, bahkan ia juga mengenalkan lebih dari 200 peralatan bedah yang sangat berguna untuk keperluan operasi. Al-Tasrif telah beberapa kali diterjemahkan ke berbagai bahasa dan menjadi rujukan utama sekolah-sekolah kedokteran Eropa selama lima abad. Satu nama yang pernah menerjemahkan Al-Tasrif adalah Gerard of Cremonia. Ia menerjemahkan Al-Tasrif dalam bahasa latin pada abad ke-12.

Karena kontribusinya inilah Abu Al Qasim, dalam sebuah literature medis berjudul Neuroscience in Al-Andalus and its influence on Medieval Scholastic Medicine ( Neuroscience di Andalusia dan pengaruhnya pada pendidikan medis abad pertengahan –red) yang diterbitkan tahun 2002, karya empat orang ilmuwan Spanyol yaitu A. Martin-Araguz, C.Bustamante-Martinez, Ajo. V. Fernandes-Armayor, J.M. Moreno Martinez, menobatkan Abu Al Qasim sebagai bapak ilmu bedah modern. Subhanallah

Lima Hal Yang Diingat Umar Bin Khatab r.a atas Kecerewetan Sang Istri



                        
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab r.a. Ia ingin mengadu pada Khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. 

Dari dalam rumah terdengar istri Khalifah Umar bin Khatab r.a sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal.

1. Benteng Penjaga Api Neraka

Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.
Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat. Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.
Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat. Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Pemelihara Rumah

Pagi hingga sore suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

3. Penjaga Penampilan

Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu

4. Pengasuh Anak-anak

Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, ?akulah yang membuatnya begitu.? Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Khalifah Umar bin Khatab r.a paham benar akan hal itu.

5. Penyedia Hidangan

Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.
Dengan mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.

Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji. Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab r.a ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya

Mendidik Dengan Cinta


Jika anak dibesarkan dengan celaan, Ia belajar memaki. Jika anak dibesarkan dengan permusuhan, Ia belajar berkelahi. Jika anak dibesarkan dengan cemoohan, Ia belajar menjadi rendah diri. 
Jika anak dibesarkan dengan penghinaan, Ia belajar untuk menyesali diri Jika anak dibesarkan dengan toleransi, Ia belajar menahan diri. Jika anak dibesarkan dengan dorongan Ia belajar menjadi percaya diri
Jika anak dibesarkan dengan pujian Ia belajar menghargai. Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baik perlakuan, Ia belajar keadilan Jika anak dibesarkan dengan rasa aman, Ia belajar menaruh kepercayaan.
Jika anak dibesarkan dengan dukungan, Ia belajar menyenangi dirinya Jika anak dibesarkan dengan cinta kasih sayang dan persahabatan Ia belajar menemukan cinta dalam kehidupan.

Kehidupan keluarga menjadi sumber inspirasi utama proses pembelajaran seorang anak dalam menemukan,
membentuk dan mendesain kepribadian. Dinamika kehidupan keluarga akan menjadi ruh bagi terbentuknya frame of personality.

Dari keluarga inilah anak menginternalisasikan nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan yang nantinya akan digunakan sebagai alat berinteraksi dengan orang-orang di luar keluarganya. Sampai dengan titik ini dapat diambil suatu pemahaman bahwa baik buruknya kualitas kehidupan keluarga akan mempengaruhi proses tumbuh kembang anak. Anak akan belajar dari apa yang Ia dengar, apa yang Ia lihat dan apa yang Ia rasakan dalam keluarganya, untuk selanjutnya Ia internalisasikan dan implementasikan dalam perilaku kesehariannya.

Dengan kata lain Bila Ia mendengar hal-hal yang Indah dari keluarganya, Ia pun akan berperilaku elok, santun dan lembut. Sebaliknya jika yang Ia dengar dan Ia lihat adalah kekerasan maka anak pun akan memperlihatkan kekerasan, agresifitas dan perilaku-perilaku negative lainnya.

Dengan Cinta Kita Bicara.
Cinta adalah bahasa yang paling universal dalam pengasuhan dan pendidikan anak-anak. Sebab cinta merupakan amunisi jiwa yang sangat dahsyat yang mampu mengalahkan kedahsyatan topan tornado maupun ganasnya luapan lahar gunung merapi. Atas nama cinta, banyak orang (ibu) yang rela berkorban demi kemuliaan hidup anak-anaknya. 

Apakah Cinta ? 

Dalam perspektif psikologi, cinta diidentifikasikan sebagai energi kehidupan positif yang bersifat afektif (emosi) . Energi cinta akan membawa seseorang pada perilaku yang positip, karena dalam cinta tersebut terkandung unsur-unsur positip seperti keikhlasan, kesabaran, kasih sayang, ketabahan, kejujuran, kepercayaan dan kesunguhsungguhan. Ketika energi cinta ini diimplemetasikan dalam mendidik anak-anak, maka orang tua harus berlaku ikhlas (lahir dan bathin), sabar dan penuh kasih sayang. Kasih sayang dalam kontek ini tidak berarti harus selalu memberi atau
menuruti semua kehendak anak, tetapi mempertegas sikap untuk memberi pelajaran pada anak bahwa tidak setiap keinginan atau kehendak itu harus terpenuhi. Ketegasan tidak sama dengan kekerasan !! Dunia anak-anak jauh sangat berbeda dengan dunianya orang tua/dewasa. 

Banyak hal yang berbeda bahkan bertolak belakang diantara keduanya. Kenyataan ini sering membuat orang tua tidak sabar dan tidak tabah dalam mengsuh/mendidik putra-putrinya. Ketidaksabaran dan ketidaktabahan ini menimbulkan konflik yang sering memicu timbulnya kemarahan, sehingga cinta yang semestinya menjadi energi positif berubah menjadi energi destruktif yang merusak sendi-sendi harmoni cinta antara orang tua dan anak-anaknya

Oleh karena itu memelihara cinta sebagai amunisi jiwa adalah merupakan kata kunci untuk membangun kejujuran, kepercayaan dan kesungguhan dalam “gerakan” mendidik dan mengasuh anak-anak tercinta. 

Bagaimana Memelihara Cinta ?

Sebagaimana sebuah tanaman, Cinta juga memerlukan pemeliharan yang baik agar tumbuh subur, berbunga indah dan berbuah lebat. Tanaman perlu dipupuk dengan pupuk organic untuk menjaga kesuburannya, maka cinta juga perlu disuburkan dengan pupuk-pupuk rohaniah. Diantara pupuk yang paling mujarap untuk menjaga kesuburan cinta adalah menumbuhkan rasa saling mengerti. Orang tua harus mencoba belajar memahami dunia anak-anak. 

Anak-anak bukan merupakan manusia dewasa dalam bentuk mini. Artinya jangan memeperlakukan anak-anak seperti kita memeperlakukan orang dewasa. Anak mempunyai dunianya yang khas, yang sangat berbeda dengan dunia kita. Dunia anak-anak adalah berekplorasi, berekperimen mencari tahu dan menemukan sesuatu yang sesuai dengan frame of reference mereka yang masih sangat simple. Bermain bagi seorang anak adalah aktivitas pencarian untuk menemukan apa yang sedang ia cari. Sedangkan bermain bagi orang dewasa adalah
refressing untuk menyegarkan jiwa raga setelah bergelut dengan padatnya pekerjaan. Dunia orang dewasa adalah dunia bekerja, dunia tanggung jawab yang menuntut kerja keras dan nilai-nilai pertanggungjawaban. Dimana semua itu akan bermuara pada terbentuknya rasa ukhuwah atau persaudaraan yang lebih kuat dan lebih baik. Persaudaraan yang kokoh adalah muara akhir dari energi cinta. Kesuburan cinta harus pula ditingkatkan dengan doa. Ketulusan dan keikhlasan doa merupakan jembatan bagi manusia untuk membentuk kehidupan jiwa yang khusuk, jiwa yang tawadu, konaah dan istiqomah , dimana semua itu akan menuntun terwujutnya perilaku yang halus sebagai wujut kematangan jiwa. Doa adalah intinya ibadah, di dalam doa termuat muatan cinta yang tidak terbatas. Maka berdoalah anda maka anda akan menjadi orang kaya dengan cinta. Doa akan menuntun manusia untuk mengakui bahwa dirinya adalah doif, lemah dan penuh ketidakberdayaan. Ketidak berdayaan inilah yang mendorong manusia untuk bersama membangun kekuatan yang namanya Cinta

Antara Ketegasan dan Kekerasan

Tidak ada satupun alasan pembenar yang dapat membenarkan tindak kekerasan pada anak untuk sebuah metode pendidikan. Kekerasan akan meninggalkan dendam dan kebencian. Yang dianjurkan adalah menggunakan pendekatan ketegasan. 

Tegas berarti aseritif, yaitu membiasakan disiplin untuk melatih bertanggungjawab. Ketegasan memang sering berimplikasi pada suatu suasana yang tidak menyenangkan bagi anak-anak. Namun selama ketegasan itu kita komunikasikan secara terbuka (tidak didasari oleh ego kekuasaan sebagai orang tua), maka lambat laun anak akan mengerti mengapa saya “dipaksa” bigini atau begitu” oleh ayah/ibu saya. 

Oleh karena itu konsep ketegasan ini harus selalu diiringi dengan pemberlakuan prinsip reward and punishment. Dengan demikian ketegasan tidak meninggalkan jejak dendam dan kebencian, sebaliknya meninggalkan kesan tentang perlunya tanggungjawab dan kedisiplinan. Cinta memang butuh ketegasan. Love your child forever, so they make be you understanding. Love is miracle !! Love is power and love is future !

Detik-detik Sakaratul Maut Rasulullah SAW



Rasulullah dengan suara lemah memberikan kutbah terakhirnya, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, al-Qur’an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, bererti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.”
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasul yang tenang menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan nafas dan tangisnya.Usman menghela nafas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. “Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua,” keluh hati semua sahabat kala itu.


Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan cergas menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Di saat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu. Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam.

“Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk.

 “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah.

“Siapakah itu wahai anakku?”

“Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang.

“Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut,” kata Rasulullah.

Fatimah menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut telah datang menghampiri. Rasulullah pun menanyakan kenapa Jibril tidak menyertainya
.
Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

“Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.

“Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril.

Tapi, semua penjelasan Jibril itu tidak membuat Rasul lega, matanya masih penuh kecemasan dan tanda tanya.
“Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” tanya Jibril lagi.

“Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak, sepeninggalanku?”

“Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: ‘Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril meyakinkan.

Detik-detik kian dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan-lahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang.

“Jibril, betapa sakitnya, sakaratul maut ini.” Perlahan terdengar desisan suara Rasulullah mengaduh.

Fatimah hanya mampu memejamkan matanya. Sementara Ali yang duduk di sampingnya hanya menundukan kepalanya semakin dalam. Jibril pun memalingkan muka.

“Jijikkah engkau melihatku, hingga engkau palingkan wajahmu Jibril?” tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu.


“Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril sambil terus berpaling.

Sedetik kemudian terdengar Rasulullah memekik karena sakit yang tidak tertahankan lagi.

“Ya Allah, dahsyat sekali maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku,” pinta Rasul pada Allah
.
Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali pun segera mendekatkan telinganya
.
“Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.”

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan.

“Ummatii, ummatii, ummatiii?” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran kemuliaan itu.

Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa baarik wa salim ‘alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

Bapak Ilmu Bedah Modern Ternyata Seorang Muslim



Dalam dunia kedokteran, seringkali kita mendengar istilah ‘jahitan’ untuk menutup luka yang menganga. Penjahitan yang dalam bahasa kedokteran disebut hecting, biasanya dilakukan pada kulit atau jaringan tubuh lain yang robek. Untuk melakukan tindakan hecting diperlukan dua alat, yaitu jarum dan benang yang dikenal dengan istilah catgut. 

Catgut dibuat dari jaringan hewan. Biasanya dari usus sapi atau kambing. Mengapa dipilih dua hewan tersebut? Tak lain karena zat dari dua hewan inilah yang dapat diterima oleh tubuh manusia ketika benang (catgut) tersebut menyatu dengan kulit. Dan yang paling penting adalah karena dua hewan tadi halal digunakan menurut hukum islam.

Faktor kehalalan ini sangat diperhitungkan karena penemu metode hecting dengan zat catgut adalah seorang muslim.

Adalah seorang ilmuwan muslim, Abu Al Qasim Khalaf Ibn Al Abbas Al Zahrawi yang pertama kali menemukan catgut dan metode hecting pada abad ke-10.
Dunia pun mencatat kontribusi Abu Al Qasim ini. Sebuah buku yang ditulis oleh Ingrid Hehmeyer dan Aliya Khan, diterbitkan oleh Canadian Medical Association Journal (2007) berjudul Islam’ Forgotten Contributions to Medical Science (Kontribusi Islam yang Terlupakan dalam Ilmu Pengetahuan Medis), mengutip bahwa Abu Al Qasim adalah orang yang pertama yang menggunakan catgut sebagai bahan untuk melakukan hecting.
Metode ini ia temukan saat ia menjabat sebagai anggota Dewan Dokter Raja Al Hakam II masa kekhalifahan Umayyah di Andalusia (Spanyol sekarang). Penemuan tersebut merupakan sumbangan terbesar untuk dunia kedokteran dalam melakukan pembedahan. Betapa tidak, sebelum metode hecting ini ditemukan, pembedahan pada luka pasien dilakukan dengan cara membakar kulit atau jaringan yang terbuka. Istilah medisnya cauterization. Tindakan ini efektif menutup luka tapi sangat menyakitkan dan mempunyai efek jangka panjang yang buruk.

Peran Abu Al Qasim ini mengembangkan dunia medis terus berlanjut. Ia tak hanya menemukan metode (hecting) dan penggunaan catgut. Tokoh yang juga ahli kebidanan ini menemukan foreceps. Forcep adalah sebuah pisau bedah yang dipakai untuk mengeluarkan fetus (janin yang mati dalam kandungan). Abu Al Qasim juga dikenal sebagai orang pertama yang mengenali penyakit kelainan darah (hemophilia). Yang menakjubkan, ia juga membuat beragam obat untuk keperluan setelah operasi. Bahkan dalam hal menyiapkan gigi palsu dan memasangnya pun dapat ia lakukan.

Masih banyak kontribusi Abu Al Qasim dalam dunia medis yang dijadikan rujukan sampai sekarang. Semua rangkuman pengetahuannya tentang medis tercantum dalam bukunya yang berjudul Al-Tasrif (Metode Pengobatan). Di dalamnya ia mengemukakan banyak hal berkaitan dengan pengobatan, bahkan ia juga mengenalkan lebih dari 200 peralatan bedah yang sangat berguna untuk keperluan operasi. Al-Tasrif telah beberapa kali diterjemahkan ke berbagai bahasa dan menjadi rujukan utama sekolah-sekolah kedokteran Eropa selama lima abad. Satu nama yang pernah menerjemahkan Al-Tasrif adalah Gerard of Cremonia. Ia menerjemahkan Al-Tasrif dalam bahasa latin pada abad ke-12.

Karena kontribusinya inilah Abu Al Qasim, dalam sebuah literature medis berjudul Neuroscience in Al-Andalus and its influence on Medieval Scholastic Medicine ( Neuroscience di Andalusia dan pengaruhnya pada pendidikan medis abad pertengahan –red) yang diterbitkan tahun 2002, karya empat orang ilmuwan Spanyol yaitu A. Martin-Araguz, C.Bustamante-Martinez, Ajo. V. Fernandes-Armayor, J.M. Moreno Martinez, menobatkan Abu Al Qasim sebagai bapak ilmu bedah modern. Subhanallah

Lima Hal Yang Diingat Umar Bin Khatab r.a atas Kecerewetan Sang Istri



                        
Seorang laki-laki berjalan tergesa-gesa menuju kediaman Khalifah Umar bin Khatab r.a. Ia ingin mengadu pada Khalifah; tak tahan dengan kecerewetan istrinya. Begitu sampai di depan rumah khalifah, laki-laki itu tertegun. 

Dari dalam rumah terdengar istri Khalifah Umar bin Khatab r.a sedang ngomel, marah-marah. Cerewetnya melebihi istri yang akan diadukannya pada Umar. Tapi, tak sepatah katapun terdengar keluhan dari mulut khalifah. Umar diam saja, mendengarkan istrinya yang sedang gundah. Akhirnya lelaki itu mengurungkan niatnya, batal melaporkan istrinya pada Umar.

Apa yang membuat seorang Khalifah Umar bin Khatab r.a yang disegani kawan maupun lawan, berdiam diri saat istrinya ngomel? Mengapa ia hanya mendengarkan, padahal di luar sana, ia selalu tegas pada siapapun?
Umar berdiam diri karena ingat 5 hal.

1. Benteng Penjaga Api Neraka

Kelemahan laki-laki ada di mata. Jika ia tak bisa menundukkan pandangannya, niscaya panah-panah setan berlesatan dari matanya, membidik tubuh-tubuh elok di sekitarnya.
Panah yang tertancap membuat darah mendesir, bergolak, membangkitkan raksasa dalam dirinya. Sang raksasa dapat melakukan apapun demi terpuasnya satu hal; syahwat. Adalah sang istri yang selalu berada di sisi, menjadi ladang bagi laki-laki untuk menyemai benih, menuai buah di kemudian hari.
Adalah istri tempat ia mengalirkan berjuta gelora. Biar lepas dan bukan azab yang kelak diterimanya Ia malah mendapatkan dua kenikmatan: dunia dan akhirat. Maka, ketika Umar terpikat pada liukan penari yang datang dari kobaran api, ia akan ingat pada istri, pada penyelamat yang melindunginya dari liukan indah namun membakar. Bukankah sang istri dapat menari, bernyanyi dengan liukan yang sama, lebih indah malah. Membawanya ke langit biru. Melambungkan raga hingga langit ketujuh. Lebih dari itu istri yang salihah selalu menjadi penyemangatnya dalam mencari nafkah.

2. Pemelihara Rumah

Pagi hingga sore suami bekerja dan berpeluh. Terkadang sampai mejelang malam. Mengumpulkan harta. Setiap hari selalu begitu. Ia pengumpul dan terkadang tak begitu peduli dengan apa yang dikumpulkannya. Mendapatkan uang, beli ini beli itu. Untunglah ada istri yang selalu menjaga, memelihara. Agar harta diperoleh dengan keringat, air mata, bahkan darah tak menguap sia-sia Ada istri yang siap menjadi pemelihara selama 24 jam, tanpa bayaran.
Jika suami menggaji seseorang untuk menjaga hartanya 24 jam, dengan penuh cinta, kasih sayang, dan rasa memiliki yang tinggi, siapa yang sudi? Berapa pula ia mau dibayar. Niscaya sulit menemukan pemelihara rumah yang lebih telaten daripada istrinya. Umar ingat betul akan hal itu. Maka tak ada salahnya ia mendengarkan omelan istri, karena (mungkin) ia lelah menjaga harta-harta sang suami yang semakin hari semakin membebani.

3. Penjaga Penampilan

Umumnya laki-laki tak bisa menjaga penampilan. Kulit legam tapi berpakaian warna gelap. Tubuh tambun malah suka baju bermotif besar. Atasan dan bawahan sering tak sepadan. Untunglah suami punya penata busana yang setiap pagi menyiapkan pakaiannya, memilihkan apa yang pantas untuknya, menjahitkan sendiri di waktu luang, menisik bila ada yang sobek. Suami yang tampil menawan adalah wujud ketelatenan istri. Tak mengapa mendengarnya berkeluh kesah atas kecakapannya itu

4. Pengasuh Anak-anak

Suami menyemai benih di ladang istri. Benih tumbuh, mekar. Sembilan bulan istri bersusah payah merawat benih hingga lahir tunas yang menggembirakan. Tak berhenti sampai di situ. Istri juga merawat tunas agar tumbuh besar. Kokoh dan kuat. Jika ada yang salah dengan pertumbuhan sang tunas, pastilah istri yang disalahkan. Bila tunas membanggakan lebih dulu suami maju ke depan, mengaku, ?akulah yang membuatnya begitu.? Baik buruknya sang tunas beberapa tahun ke depan tak lepas dari sentuhan tangannya. Khalifah Umar bin Khatab r.a paham benar akan hal itu.

5. Penyedia Hidangan

Pulang kerja, suami memikul lelah di badan. Energi terkuras, beraktivitas di seharian. Ia butuh asupan untuk mengembalikan energi. Di meja makan suami cuma tahu ada hidangan: ayam panggang kecap, sayur asam, sambal terasi dan lalapan. Tak terpikir olehnya harga ayam melambung; tadi bagi istrinya sempat berdebat, menawar, harga melebihi anggaran. Tak perlu suami memotong sayuran, mengulek bumbu, dan memilah-milih cabai dan bawang. Tak pusing ia memikirkan berapa takaran bumbu agar rasa pas di lidah. Yang suami tahu hanya makan. Itupun terkadang dengan jumlah berlebihan; menyisakan sedikit saja untuk istri si juru masak. Tanpa perhitungan istri selalu menjadi koki terbaik untuk suami. Mencatat dalam memori makanan apa yang disuka dan dibenci suami.
Dengan mengingat lima peran ini, Khalifah Umar bin Khatab r.a kerap diam setiap istrinya ngomel. Mungkin dia capek, mungkin dia jenuh dengan segala beban rumah tangga di pundaknya. Istri telah berusaha membentenginya dari api neraka, memelihara hartanya, menjaga penampilannya, mengasuh anak-anak, menyediakan hidangan untuknya. Untuk segala kemurahan hati sang istri, tak mengapa ia mendengarkan keluh kesah buah lelah.

Umar hanya mengingat kebaikan-kebaikan istri untuk menutupi segala cela dan kekurangannya. Bila istri sudah puas menumpahkan kata-katanya, barulah ia menasehati, dengan cara yang baik, dengan bercanda. Hingga tak terhindar pertumpahan ludah dan caci maki tak terpuji. Akankah suami-suami masa kini dapat mencontoh perilaku Khalifah Umar bin Khatab r.a ini. Ia tak hanya berhasil memimpin negara tapi juga menjadi imam idaman bagi keluarganya