Rabu, 23 Februari 2011

..Untuk Yang Terkasih..( true story )


Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
...dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi,........ aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,

adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,....... sekejap saja,........ lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,

aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.

Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi kau ajarkan aku kesetiaan,.............. sehingga aku setia,
kau ajarkan aku arti cinta,................ sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,

kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

Selamat Jalan,
calon bidadari surgaku


( ...Puisi Hati BJ Habibie tuk Istri Terkasih... )

pelajaran cinta dan kesetiaan dari sang mantan negarawan...

Sikap Muslim Terhadap Sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam



Sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam merupakan sumber hukum syari’at Islam yang ke dua setelah al Qur’anul Karim. Keberadaan sunnah bisa merupakan pendukung dan penguat kandungan al Qur’an. Bisa pula sebagai tafsir dan penjelasannya. Dan secara terpisah, as-Sunnah juga merupakan landasan tasyri’ (penetapan hukum) yang melahirkan berbagai hukum, serta merupakan nash (ketetapan) untuk menghalalkan ataupun untuk mengharamkan sesuatu yang tidak tercantum di dalam al Qur’an.

Namun sangat disayangkan, masih ada sebagian orang yang mengaku muslim, namun menolak sunnah secara total. “Al Qur’an telah cukup”, begitu kata mereka. Tidak diragukan lagi, anggapan dan ucapan seperti itu adalah kedustaan, bahkan dengan begitu mereka telah mendustakan al Qur’an dan sekaligus as Sunnah. Bukankah al Qur’an telah memerintahkan untuk mengambil apa saja yang datang dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan menjauhi apa yang dilarang beliau? Sebagaimana firman Allah,

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.
(QS. 59:7)
Ada pula kelompok tertentu yang memilah-milah Sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, yakni mengambil sebagian yang cocok dengan selera dan akalnya saja. Sementara apabila akal dan seleranya tidak cocok, maka dia tolak sunnah tersebut. Sikap seperti ini telah melanda seba-gian besar kaum muslimin. Bahkan terkadang -karena saking bodohnya- ia berani menentang sunnah, bahkan menghujatnya.

Ada juga kelompok yang menerima sunnah dan tidak menolaknya. Akan tetapi, memahaminya dengan berbagai ta’wil (interpretasi) yang jauh dari kebenaran. Seperti dilakukan oleh sekelompok orang yang silau kepada budaya barat (baca: Yahudi dan Nashara). Mereka menggulirkan faham sesat lagi memurtadkan, yaitu pluralisme dan inklusifisme. Faham ini menyejajarkan Islam dengan agama-agama lain. Semuanya diyakini benar dan diridhai Allah. Mereka tidak tahu atau pura-pura lupa dengan firman Allah,“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenar-nya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. 2:120)

Sementara itu sebagian kaum muslimin juga ada yang menyikapi sunnah Nabi dengan sikap meremeh-kan. Kalau mereka diajak untuk melaksanakan sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, mereka beralasan, “Ah itu kan cuma sunnah. Padahal yang dimaksud sunnah di sini adalah hadits, perilaku dan jalan hidup Nabi Shalallaahu alaihi wasalam di dalam ber-Islam, yang boleh jadi itu adalah wajib diyakini dan wajib dilakukan, seperti shalat fardhu berjama’ah, berumah tangga sesuai tuntunan Islam, menjawab salam dan sebagainya. Orang seperti ini, telah salah persepesi, yakni beranggapan kalau menekuni sunnah nabi berarti mengubah hukum dari sunnah menjadi wajib. Demikian pula, jika mereka diingatkan supaya tidak melakukan perbuatan yang dibenci oleh syari’at, mereka berdalih, “Ini hanya makruh saja.”
Kepada mereka perlu ditanyakan, andaikan ada dua pilihan perbuatan, yang satu hukumnya sunnah dan yang lain adalah makruh, maka apakah masih juga memilih yang makruh daripada yang sunnah? Apakah ada shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang menanyakan sesuatu, kemudian setelah tahu bahwa itu sunnah mereka meninggalkannya? Dan ketika tahu, bahwa itu adalah makruh, kemudian mereka justru mengerjakan?”
Kedudukan As Sunnah di dalam Al Qur’an

Perlu diketahui bahwa patuh dan ta`at kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam adalah patuh dan tekun menjalankan Sunnahnya, mengamalkan. Dan patuh kepada Sunnah berarti patuh dan taat kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala . Berikut ini dalil-dalilnya:

Perintah ta`at kepada Allah dan kepada rasul-Nya, disebutkan secara bergandengan di dalam al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintahnya)” (QS. 8:20)
Dan di dalam ayat yang lain desebutkan, artinya:
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” (Qs.8:24)

Allah menegaskan, bahwa petunjuk (hidayah) itu sangat tergantung kepada ketaatan dan ittiba’ kepada Nabi Nya.
“Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. 7:158)
Dan firman Nya,

“Katakanlah, “Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk” (An Nur: 54)

Allah telah menetapkan rahmat Nya bagi para pengikut Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, dan menjanjikan keberuntungan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat atasnya.

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”. (QS. 7:156)
Dalam kelanjutan ayat di atas disebutkan,

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi …. Hingga pada firman Allah, “Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an). Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. 7:157)

Sahnya iman seseorang sangat tergantung kepada kepatuhan terhadap keputusan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, menerima dan lapang dada atas keputusan itu.

“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa kebera-an dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. 4:65)
Di dalam ayat yang lain Allah menegaskan,

“Kemudian jika kamu berlainan penda-pat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemu-dian.” (QS. 4: 59)
Demikian pula firman Allah di dalam surat al Ahzab ayat 36, dan selainnya.

Allah telah memperingatkan bahwa menyelisihi Rasul Shalallaahu alaihi wasalam merupakan sebab kehancuran dan terjerumus dalam fitnah. Sebagaimana yang telah difirmankan,
Artinya, “Maka hendaklah orang- orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. 24:63)

Orang yang tidak mengikuti jalan rasulullah, niscaya menyesal pada Hari Kiamat kelak, sebagaimana Allah berfirman,
Artinya, “Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan (yang lurus) bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan jadi teman akrab(ku).” (QS. 25:27-28)

Allah telah menetapkan bahwa cinta Allah dan ampunan-Nya hanya bisa diraih dengan mengikuti Rasul -Nya:
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3:31)
Demikian penjelasan dari al-Qur’an yang mengajak kita semua kaum muslimin untuk berpegang kepada sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam . Karena segala ucapan beliau yang berkaitan dengan agama bukanlah berasal dari kemauan hawa nafsunya, tetapi atas bimbingan wahyu Allah.
Penjelasan dari As Sunnah (Hadits)

Amat banyak hadits Nabi yang memerintahkan setiap muslim untuk mengikuti sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, dan melarang berbuat bid’ah (menyelisihi sunnah). Di antara sabda Nabi yang menegaskan hal itu adalah:

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam,

Artinya, “Seluruh umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan.” Lalu ditanyakan, Siapakah yang enggan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku, maka masuk surga, dan barang siapa yang bermaksiat kepada-ku maka dia telah enggan (masuk surga)” (HR. Al Bukhari)

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam,

Artinya, “Biarkan aku dengan apa yang telah kutinggalkan untuk kalian (terimalah ia), sesungguhnya yang telah membinasakan orang sebelum kalian adalah (disebabkan) mereka banyak bertanya dan banyak menyelisihi nabi mereka. Jika aku melarang kalian dari mengerjakan sesuatu maka jauhilah, dan jika aku memerintahkan sesuatu maka laksanakanlah sesuai kemampuan kalian.” (Muttafaq Alaih)

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam (dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah), di antara potongannya,
“Hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ ar Rasyidin yang telah mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham (perpegang eratlah terhadapnya), dan jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan at Tirmidzi dan berkata at Tirmidzi, “Hasan Shahih”)
Sikap Shahabat Nabi terhadap As Sunnah

Berkata Abu Bakar as Shiddiqz, “Tiada sesuatu pun yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, kecuali aku melakukannya dan tidak pernah aku meninggalkannya. Aku khawatir jika aku meninggalkan sedikit saja yang beliau perintahkan, maka aku akan menyimpang.”

Berkata Umar bin Khaththab Radhiallaahu anhu ketika memegang hajar aswad, “Sung-guh aku tahu engkau hanyalah batu yang tidak memberi madharat dan manfaat, kalau bukan karena aku melihat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu.”
Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu anhu berkata, “Aku tidak pernah meninggalkan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam karena ucapan seseorang”

Abdullah Ibnu Mas’ud mengatakan, “Sederhana dalam melaksanakan sunnah, lebih baik daripada banyak dan giat di dalam melakukan bid’ah.”
Ibnu Umarzapabila sedang meniru Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , maka orang yang melihatnya mengira ada sesuatu yang tidak beres padanya (seperti tidak wajar). Bahkan Nafi’, maula (klien) beliau mengatakan, “Kalau aku melihat Ibnu Umar sedang mengikuti sunnah Nabi SAW sungguh aku mengatakan, ini adalah sesuatu yang gila.”
Ibnu Abbas juga pernah berkata, “Wahai manusia, aku khawatir kalau turun hujan batu dari langit, (lantaran) aku katakan pada kalian sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, lalu kalian menyanggah dengan mengatakan “Abu Bakar berkata begini dan Umar berkata begitu!.”

Wallahu a’lam

TAUBAT DAN HARGA DIRI



Kita semua tahu bahwa jalan terakhir dari sebuah perbuatan salah adalah menebus kesalahan tersebut dengan sebuah kebaikan yang tidak perna putus. Atau, dengan kata yang lebih terkenal adalah melakukan taubatan nasuha. Tidak jarang kita mendengar orang yang dulunya seorang bajingan kini menjadi alim ulama, atau ada juga orang yang dulunya alim dan besar dipesantren tapi malah terjerumus dalam dunia hitam.
karena dalam suatu dosa ada dua hak: hak Allah SWT dan hak manusia. Maka taubat dari dosa itu adalah dengan meminta maaf kepada manusia karena hak orang itu atasnya; dan dengan menyesali perbuatan itu untuk menghapus dosa di hadapan Allah SWT, karena hak Allah SWT atasnya.
Syukur-syukur bisa melakukan taubat kecuali amal kebaikan dengan tanggungan dosa keburukan. (Hadits diriwayatkan oleh Bukhari) sebelum ajal memanggil bagaimana jika tidak ???

"Barangsiapa yang telah melakukan kezaliman kepada saudaranya, baik harta maupun harga diri, maka pada hari ini hendaklah ia meminta dibebaskan, sebelum datang hari tidak berguna padanya dinar dan dirham, kecuali amal kebaikan dengan tanggungan dosa keburukan. (Hadits diriwayatkan oleh Bukhari)

Sering kita bertanya bagaimana hal itu bisa terjadi atau menimpa mereka yang seyogya nya anak “baik-baik”. Kasihan, mungkin itulah kata yang terlontar dari mulut kita. Tapi pernahkah kita bertanya mengapa atau pernahkah kita mencari tahu sebab musababnya. Pada dasarnya, nafsu dan harga diri berhubungan erat. Terlebih lagi jika iman sudah mulai menipis dan hanya tinggal sisa-sisa. Harga diri, adalah sebuah hal yang sangat urgent bagi setiap makhluk yang bernama manusia. Dan hal ini, dimanfaatkan dengan baik oleh syaitan sehingga bisa dicemari oleh nafsu. Hasilnya? Tentu saja sebuah kesombongan luar biasa dan sebuah kekhwatiran yang tidak beralang.

Banyaknya manusia yang terjebak dalam jaman disebabkan karena mereka merasa bahwa ada harga yang harus dikorbankan. Dan bila harga itu dikorbankan maka ia merasa bahwa dunianya telah hilang. Asstaghbirullah.. Inilah biang kerok mengapa begitu banyak manusia susah untuk bertobat. Pada dasarnya taubat itu sangat mudah, semudah kita melafalkan syahadat. Tapi, bila telah di antukkan dengan kenyataan maka hal tersebutlah sebuah kenyataan pahit.

Banyak yang takut bertobat karena takut kehilangan teman mainnya, dunia malamnya, prestige nya hilang karena ia berjenggot. Bagi mereka, itulah sebuah harga diri yang tidak pantas dibuang. Ukurannya pun adalah dunia pergaulan. Berapa banyak yang bangga dengan apa yang pakainya, dengan siapa ia berteman, dimana ia kuliah, dan kemana jika  bergaul, Itulah yang terkadang menjadi ukuran harga diri.

Maka hendaklah kita bertaubat, sebelum godaan/cobaan tersebut datang kepada diri kita. Allah S.W.T akan selalu membuka pintu taubat nya untuk semua orang termasuk diri kita sendiri.

“Dan terhadap orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (at taubah 118)

Jika demikian manakah yang terpenting diantara keduanya. Tak bisakah kita terus dan terus mengalahkan sesuatu yang memang seharusnya dikalahkan. Harga diri tentu saja penting, tapi harga diri yang bagaimanakah yang ingin dibentuk? Salah kaprah mengenai pengertian harga diri dan salah kaprah dalam penempatan inilah yang selalu menjadi masalah. Negeri ini, mungkin saja sudah salah kaprah mengenai harga dirinya. Negeri ini, berpikir bahwa dengan mengirim aurat mungkin bisa mengangkat harkat derajat tapi apa yang didapat. jika ditanya manakah yang terpenting, silahkan anda jawab sendiri. Karena orang yang bertaubat adalah orang yang berani mengambil keputusan. Jangan pernah berpikir untuk bertaubat jika jiwa anda adalah jiwa seorang pengecut. Ibarat pemimpi yang hanya berani untuk bermimpi tidak pernah berpikir untuk menjadikannya nyata, sekarang tinggal kita masing - masing gimana menanggapinya.

Kerendahhatian dan Kesombongan





Rendah hati adalah salah satu dari konsep-konsep inti yang sering diingatkan kepada kita secara berulang-ulang. Rendah hati adalah tanda iman sedangkan kesombongan adalah tanda kafir
Jika kerendahhatian dianggap identik dengan iman dan kesombongan dianggap identik dengan kafir, itu karena iman membimbing manusia kepada pemahaman dan kebijaksanaan, sementara kafir menghalangi seseorang dari memperoleh kebaikan. Dengan membangun kesadaran akan Allah melalui kearifan, seseorang yang memiliki iman dalam hatinya tidak akan pernah berani menyombongkan diri. Dia menerima dengan rela bahwasanya Allah berkuasa atas segala sesuatu, sedangkan dia sebagai manusia hanyalah seorang hamba yang diberkahi dengan banyak kenikmatan. Orang yang mendapat hidayah melihat kekuasaan Allah dalam segala hal dan menyadari kelemahan dirinya sebagai manusia yang merasa lapar, mudah mendapat sakit dan menderita rasa sakit. Dia tidak dapat mencegah dirinya dari bertambah tua. Dia tidak menciptakan dirinya sendiri dan juga tidak dapat menghindari mati. Dengan tubuh yang cenderung kepada kelemahan, dia ditakdirkan hidup untuk periode waktu tertentu hingga pada akhirnya dia mati dan kembali kepada Penciptanya. Tidak ada satu alasanpun yang pantas baginya untuk menyombongkan diri. Bahkan seandainyapun dia memiliki hal yang pantas untuk disombongkan, dia tetap tidak layak untuk menyombongkannya karena semuanya, baik itu dirinya maupun yang dia miliki, adalah pemberian Allah. Karena itu sudah selayaknya dia berterima kasih ketimbang menyombong. Pengakuan akan keagungan sang pencipta, dengan sendirinya akan memimpin orang itu. Dia benar-benar sadar akan kelemahannya di mata Allah, namun dia tidak menunjukkannya kepada orang lain. Sebaliknya, dia dikenal sebagai orang yang bermartabat, terhormat, rendah hati, percaya diri, dan dewasa.
Akibat kurang mampu untuk memahami Allah, orang kafir tinggal di dalam cengkeraman kesombongan dan kebanggaan mereka yang percuma. Mereka merasa memiliki identitas terpisah yang bebas dari Allah. Kelebihan pribadi seperti kecerdasan, kesejahteraan, penampilan menawan, kemasyhuran, menjadi hal-hal yang membuat mereka memuji diri mereka sendiri. Mereka tidak mengerti bahwa semua itu adalah berkah yang diberikan oleh Allah dan dapat dicabut sewaktu-waktu. Aspek lain dari orang kafir adalah rasa rendah diri yang berlebihan. Hal ini secara umum adalah akibat dari ketidakmampuan untuk mencapai status atau standar hidup tertentu. Akibat ketidaksadaran total akan konsep-konsep kunci semacam itu serta konsep kepatuhan dan keyakinan kepada Allah, orang kafir dapat mengalami penderitaan dari berbagai macam penyakit jiwa yang berbeda, dan yang terbanyak adalah rendah diri yang berlebihan atau terlalu tinggi hati. Keadaan mereka didefinisikan di dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang membantah dalil-dalil Kami tanpa alasan, yang mereka peroleh itu tidak lain karena kesombongan nafsu ingin mendapat atau mempertahankan kedudukan sebagai orang besar, padahal maksudnya itu tidak akan tercapai. Oleh karena itu mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Al-Mukmin:56
Seseorang yang berada dalam keadaan ini menemukan bahwa segala sesuatunya tidak berarti kecuali keberadaannya sendiri. Di matanya segalanya adalah alat untuk memuaskan egonya. Dia terus-menerus berada dalam usahanya memuji dirinya sendiri. Dia menyangkal kegagalan-kegagalannya dan tidak pernah mengakui bahwa dia berasal dari jenis manusia yang sangat mungkin berbuat salah. Pada beberapa hal, dia mengembangkan kebencian yang hebat terhadap agama. Hal ini pada dasarnya karena agama mengajarkan kebenaran yang unik bahwa seorang manusia hanyalah hamba Allah yang mana keberadaannya secara total bergantung pada Allah. Namun karena termakan habis-habisan oleh harga dirinya, dia menjadi buta pada kebenaran yang ditunjukkan oleh agama. Di dalam penyangkalan itu, dia berpegang teguh pada pendiriannya sendiri tentang hidup. Al-Qur'an menjelaskan tentang orang-orang semacam ini sebagai berikut:
Mereka mengingkarinya karena zalim dan sombong, padahal hati mereka meyakini kebenarannya. Sebab itu perhatikanlah bagaimana kesudahannya orang-orang yang berbuat onar. An-Naml:14
Karena terbelenggu oleh kesombongannya, orang semacam itu hidup demi memuaskan ego mereka sendiri. Tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang yang cenderung kepada berbuat kejahatan. Ayat di bawah ini memperingatkan kita tentang tindakan mereka yang memperdayakan:
Di antara manusia Golongan manusia ini ialah orang-orang yang perkataanya berbeda dengan perbuatannya atau berbeda dengan apa yang tersembunyi di dalam hatinya. Keahliannya dalam memutar-balikkan sesuatu dan memutar lidahnya dalam pembicaraannya hingga dapat menarik perhatian pendengar adalah senjata ampuhnya . Dia dapat mempertahankan pendiriannya yang salah, dengan kepintaran memutar lidah semata. Golongan manusia yang seperti ini, ada pada tiap-tiap bangsa dan masa ada golongan yang ucapannya menarik perhatianmu mengenai kehidupan dunia ini, dan dipersaksikannya dengan nama Allah atas kebenaran isi hatinya, padahal dia adalah musuh utama. Dan apabila dia telah pergi meninggalkan pendengarnya, maka ia membuat kerusakan di muka bumi, dirusakkannya sawah ladang dan ternak Dalam hubungan itu sebagian cendekiawan muslim berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sawah dan ladang ialah perempuan. Yang dimaksud dengan ternak ialah turunan. Ini berdasarkan ayat Tuhan. (Lihat 2:223). Maka dengan ini yang dimaksud merusak sawah ladang ialah merusak kehormatan perempuan dengan menggaulinya dengan cara tidak sah, untuk kemudian melahirkan anak (turunan) yang tidak sah pula. Dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan bila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah!", serta merta timbul keangkuhannya yang menjurus kepada dosa. Cukuplah neraka jahanam sebagai balasannya; dan itulah tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Al-Baqarah:204-206
Dalam ayat lain, sikap dari orang-orang yang sombong dinyatakan sebagai berikut:
Didengarnya beberapa dalil Allah yang dikemukakan kepadanya, kemudian dia tetap menyangkal dengan sombongnya, seolah-olah dia tidak mendengarkannya. Karena itu, gembirakanlah dia dengan siksaan yang pedih. Al-Jatsiyah:8
Menyangkal kebenaran hanya karena kesombongan belaka, adalah kunci pemahaman tentang arti kesombongan. Dengan berbuat sombong berarti seseorang telah memilih jalan kesedihan baik itu di dunia maupun di akhirat nanti. Itulah sebabnya kesombongan menjadi musuh manusia yang paling membahayakan.
Bahkan kesombongan pulalah yang menjadi alasan penolakan Iblis untuk memberikan penghormatan kepada Nabi Adam. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur-an dalam sebuah cerita:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Manakala telah kusempurnakan kejadiannya dan setelah kutiupkan roh ciptaanKu; hendaklah kamu merendahkan diri sujud kepadanya." Lalu para malaikat itu sujud semuanya; kecuali iblis. Dia berlagak sombong, dan dia termasuk orang-orang yang kafir. Tuhan bertanya: "Hai iblis, apakah gerangan yang menghalangimu untuk sujud kepada seseorang yang telah Kuciptakan dengan kekuasaanKu? Apakah kamu berlagak sombong atau merasa diri tergolong orang yang lebih tinggi?" Iblis menjawah: "Aku lebih baik dari padanya. Engkau menciptakanku dari api, sementara dia Engkau ciptakan dari tanah. Tuhan berfirman: "Keluarlah kamu dari Syurga, sesungguhnya engkau sudah terusir." Dan kutukanKu tetap atasmu sampai "Hari Pembalasan." Sad: 71-78
Pernyataan yang digunakan iblis di dalam ayat tersebut sangatlah mengejutkan dan mencerminkan watak kejinya. Iblis dikuasai oleh perasaan tak berdasar yang membuatnya merasa lebih penting dari Adam. Iblis enggan mengakui bahwa Allah-lah yang sanggup memuliakan makhluk. Padahal dengan diperintahkannya malaikat untuk bersujud pada Adam, jelas bahwa Iblis pun kalah mulia dari Adam karena sebelum adanya Adam, malaikat adalah makhluk yang paling mulia diantara semua makhluk. Tidak satu makhlukpun yang berani melawan perintah Allah namun Iblis berani dan sebagai akibatnya dia dikutuk selama-lamanya.
Iblis memberikan sebuah contoh jahat bagi orang-orang yang mengikuti jalannya. Iblis memberontak kepada Allah dan mendorong manusia untuk memberontak juga. Ayat di bawah ini menjelaskan tentang bagaimana manusia disesatkan:
Tuhan berfirman: "Hai iblis mengapa kamu tidak sujud menyertai mereka?". Iblis menjawah: "Aku tidak layak bersujud kepada makhluk yang Engkau ciptakan dari jenis "tanah liat yang dibentuk itu". Allah berfirman: "Keluarlah dari sini, karena kamu terkutuk, sedang kutukan itu selalu akan menimpamu sampai hari kiamat". Berkata iblis: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari kebangkitan manusia". Tuhan menjawah: "Kamu diberi tangguh, sampai pada suatu hari, yang waktunya sudah dikenal Maksudnya "Hari tiupan sangkakala yang pertama yaitu pada saat berakhirnya hari-hari dunia", dan permulaannya "hari-hari akhirat", di mana semua makhluk yang ada di langit dan yang ada di bumi dimatikan. Itulah permulaan kiamat, ditandai dengan tiupan sangkakala yang pertama. Iblis berkata lagi: "Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku ini makhluk sesat, maka aku akan merangsang anak cucu Adam di muka bumi ini untuk berbuat maksiat, dan akan kubawa sesat mereka semuanya. Al-Hijr:32-39
Iblis menginginkan manusia untuk tersesat juga. Ini adalah tipe kepuasan jiwa yang juga ada pada manusia. Sama seperti halnya Iblis, seseorang yang melakukan kejahatan juga menginginkan orang lain melakukan kejahatan dan dihukum juga. Harapan untuk berbagi kejahatan; dan dengan demikian juga berbagi hukuman, telah menjadi hiburan bagi orang-orang yang menolak beriman dan mengingkari keberadaan Allah karena mereka tahu bahwa mereka juga dikelilingi oleh orang-orang yang juga tersesat. Rasa sentimen seperti "Semua orang juga melakukannya" dan "Jika orang-orang masuk neraka saya juga", biasanya diungkapkan. Alasan dari pernyataan ini adalah logika seperti yang dijelaskan di atas. Iblis sadar betul akan keberadaan dan kekuasaan Allah namun karena dikendalikan oleh rasa tinggi hati yang berlebihan, dia mengharapkan "perlakuan istimewa" dan ingin menikmati hak-hak istimewa pula. Itulah sebabnya dia menolak ketika diperintahkan untuk bersujud kepada Adam. Di dalam Al-Qur'an digambarkan bagaimana orang-orang kafir sebenarnya mengakui keberadaan Allah, namun karena "percaya bahwa mereka memiliki beberapa keunggulan istimewa", mereka ingin menikmati hal-hal tertentu di atas orang lain. Apalagi banyak orang tersesat yang menganggap diri mereka "kekasih Allah". Di dalam Al-Qur'an sikap mental semacam ini sering ditegaskan:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasihnya-Nya". Katakanlah! kalau begitu mengapa Tuhan menyiksamu karena dosa-dosamu?". Tidak benar kamu adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih Tuhan, tetapi kamu adalah manusia biasa di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni siapa saja yang dikehendaki-Nya pula. Dan kepunyaan Allah-lah kekuasaan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya. Dan kepada-Nya-lah tempat kembali segala-galanya. Al-Maidah:18
Perasaan istimewa dan superior terwujud dalam berbagai bentuk. Islam mengajarkan kepada manusia bahwa manusia berhutang kehidupannya kepada Allah dan manusia tidak memiliki hal apapun kecuali apa yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Menolak fakta ini adalah penyebab utama yang membuat sebagian besar manusia tersesat. Apakah bedanya pernyataan Iblis yang menyatakan "Aku diciptakan dari api" dengan peryataan "Aku anggota keluarga terpandang", "Aku memiliki banyak uang", atau "Aku berpenampilan menawan". Hal-hal tersebut menjadi alasan atas kesombongan mereka. Peristiwa Qarun adalah contoh nyata seperti yang diceritakan dalam surat Al-Qasas:76-83.
Seperti yang kita lihat pada ayat di atas, Qarun dan orang-orang sejenisnya percaya bahwa mereka diberi anugrah karena sifat-sifat tertentu yang mereka miliki sehingga pantas ditolong oleh Allah dan menganggap orang miskin sebagai orang yang tidak pantas mendapat pertolongan dari Allah. Mereka lupa dan menyangkal bahwa semua sifat-sifat tersebut pada dasarnya adalah anugrah Allah. Pernyataan Qarun: "Harta ini diberikan kepadaku karena ilmu tertentu yang aku miliki", adalah suatu kesombongan. Inilah sebabnya orang merasa penting dan suka memaksa kepada orang lain ketika merasa dirinya berhasil, makmur, dan berkuasa. Orang-orang yang demikian adalah orang-orang yang menganggap diri mereka kekasih tercinta Allah.
Manusia itu tidak pernah jemu memohon kebaikan, tetapi jika dia ditimpa malapetaka, dia putus-asa dan hilang harapan. Bila mereka Kami beri karunia setelah mereka menderita kesengsaraan, mereka katakan: "Inilah hakku, dan aku tidak yakin bahwa kiamat itu akan terjadi. Namun bila aku dikembalikan kepada Tuhanku, tentu sejumlah kehormatan telah ada untukku pada sisi-Nya". Sesungguhnya Kami akan memberitahukan kepada orang-orang kafir itu perbuatan maksiat yang pernah mereka kerjakan, lalu kami rasakan siksaan yang keras kepadanya. Fusshilat: 49-50
Sebaliknya orang-orang beriman tidak yakin bahwa dirinya pantas masuk surga. Itulah sebabnya orang beriman menyembah Tuhan mereka dalam "rasa takut dan harap" (As-Sajadah:16). Mereka mengharap Allah dan berdoa "Lindungilah kami dari api neraka (Al-Baqarah:201) "Jangan biarkan kami tersesat setelah kami Engkau beri petunjuk" (Al-Imran:8) "Hadirkanlah jiwa kami di hadapanmu sebagai orang muslim yang tunduk pada keinginanmu" (Al-A'raf:126). Semuanya itu jauh dari sifat orang kafir yang merasa pasti bahwa dirinya akan masuk surga. Kesombongan adalah penghalang bagi keselamatan abadi seseorang karena Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi menyombongkan diri (Al-Hadid:22). Ayat-ayat di bawah ini memperingatkan manusia secara berulang-kali untuk menghindari kesombongan:
Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan congkak. Sebab engkau tidak akan mampu menembus bumi, dan tidak pula akan dapat menjulang setinggi gunung. Al-Isra:37
Dan janganlah engkau membuang muka penuh kesombongan terhadap orang lain dan janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sebab Allah tidak senang terhadap semua orang yang sombong lagi angkuh. Luqman:18
Tiada suatu bencanapun yang menimpa masyarakatmu di bumi Seperti musim paceklik, bencana alam, penjajahan, dan lain-lain atau yang langsung menimpa dirimu sendiri, hanya sudah tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh sebelum bencana itu Kami ciptakan. Hal itu bagi Allah mudah saja. Demikianlah agar kamu jangan terlalu berduka cita terhadap sesuatu yang sudah luput darimu, dan jangan terlalu gembira terhadap sukses yang telah kamu capai. Allah tidak menyukai kepada semua orang yang sangat sombong dan bersikap angkuh. Al-Hadid:22-23
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan apapun juga. Dan berbaktilah kepada kedua orang ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang miskin, tetangga yang dekat dan yang jauh Sekalipun tetangga jauh itu bukan muslim, teman sejawat Yang dimaksud adalah teman dalam perjalanan, orang-orang yang dalam perjalanan, dan hamba sahaya yang berada di bawah kekuasaanmu. Sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang sombong dalam gerak-geriknya lagi sombong dalam ucapannya. An-Nisa:36
Di dalam Al-Qur'an, orang beriman berulang kali diingatkan untuk rendah hati dan bersikap lunak. Orang beriman secara teliti menghindari kesombongan karena mereka dapat memahami ayat bahwasanya Allah membenci orang-orang yang sombong lagi menyombongkan diri. Karena itu Al-Qur'an mendeklarasikan bahwa kerendahah-hatian adalah kebaikan dasar orang beriman.
Bagi masing-masing umat yang beragama, telah kami syari'atkan ibadah kurban Maksudnya menyembelih binatang ternak atas dasar pengarahan: mendekatkan diri kepada Allah semata. Islam menyatukan arah semua aktifitas muslim, baik dalam tutur-kata maupun amal perbuatan ke satu arah, yaitu: Allah. Tidak terkecuali dengan ibadah kurban ini. Itulah warna kehidupan muslim dan itu pulalah akidah muslim. Maka berdasarkan kesatuan arah ini pulalah diharamkan memakan daging binatang sembelihan yang tujuan menyembelihnya menyimpang dari akidah tauhid, dengan menyebut nama selain Allah. Misalnya nama berhala anu, batu keramat ini, tempat keramat itu, dan sebagainya, dan sebagainya, supaya mereka menyebut nama Allah pada waktu menyembelihnya dan bersyukur kepadaNya atas pemberian binatang ternak itu kepadanya. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kepadanya! Dan berilah berita gembira orang-orang yang tunduk patuh kepada Tuhan. Al-Hajj:34
Hamba-hamba Allah yang Maha Pengasih ialah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang yang bodoh mengucapkan kata yang tidak sopan kepadanya, dijawabnya dengan: "Selamat Sejahtera!" Al-Furqan:63
Itu kampung akhirat yang pernah kau dengar beritanya Kami jadikan kenikmatannya bagi orang-orang yang tak pernah berlagak sombong dan merusak di permukaan bumi. Dan syurga, adalah akibat yang baik bagi orang yang takwa. Al-Qasas: 83 Adapun yang beriman dengan ayat-ayat Kami, tidak lain hanya orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat itu, mereka menyungkur sujud sambil mengucapkan puja dan puji kepada Tuhannya, lagi mereka tidak pernah bersikap sombong. As-Sajadah:15
Ini adalah hal yang agak penting untuk dipertimbangkan. Apakah seseorang itu beriman ataukah tersesat, bergantung pada sombong atau rendah hatikah dia. Akibat-akibat dari kesombongan dijelaskan dalam ayat-ayat di bawah ini:
Akan Aku belokkan orang-orang yang bersikap sombong di muka bumi tanpa alasan yang benar dari memahami tanda-tanda kekuasaanKu Petunjuk dan keberuntungan yang dibawa oleh Syari'at Tuhan. Ciri-ciri orang yang sombong itu ialah: Jika mereka melihat ayat-ayat-Ku mereka tidak mempercayainya, jika mereka melihat petunjuk jalan mereka tidak mau melaluinya, dan bilamana mereka melihat jalan kesesatan mereka langsung menempuhnya. Yang demikian itu disebabkan mereka telah mendustakan ayat-ayat Kami dan selalu lalai dari padanya. Al-A'raf: 146
Orang-orang yang memerangi para pendakwah juga sombong seperti halnya orang-orang yang memerangi para rasul. Orang seperti itu didefinisikan sebagai "para pemimpin orang kafir" atau "orang-orang yang bersikap sombong" yang di dalam Al-Qur'an disebut sebagai menolak mematuhi rasul karena kesombongan dan arogansi. Mereka menolak bimbingan orang lain kepada jalan kebenaran. Atas dasar sikap suka menentang, mereka menganggap tak ada halangan. Kesombongan para pemimpin orang kafir ini sering disebut di dalam Al-Qur'an:
Pemuka-pemuka kaumnya yang sombong, mengatakan kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman diantara mereka, katanya: "Tahukah kalian bahwa Shalih diutus menjadi Rasul oleh Tuhannya?" Mereka menjawah: "Sesungguhnya kami ini beriman kepada wahyu yang diturunkan kepada Shalih di mana ia disuruh menyampaikannya". Orang-orang yang sombong itu berkata lagi: "Sesungguhnya kami tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu". Orang yang terkemuka dari kaum Syu'aib itu berkata: "Hai Syu'aib kami akan mengusir kamu dan pengikut-pengikutmu yang beriman itu dari negeri kami ini, atau kamu bersedia menganut kembali agama kami. Syu'aib menjawab: "Apakah akan kamu paksa juga, sekalipun kami tidak sudi?" Al-A'raf: 75-76; 88
Orang sombong menetapkan standar tertinggi atas status sosial, kemakmuran, dan kemasyhuran. Utusan manapun yang tidak dapat memenuhi standar tersebut, akan mereka anggap sebagai orang yang tidak mampu untuk memimpin manusia kepada jalan kebenaran. Sikap bawaan yang paling lazim dari orang kafir adalah kecenderungan mereka untuk memberontak melawan para utusan terpilih Allah.
Dalam Al-Qur'an, pemberontakan Bani Israil melawan Thalut, seorang pemimpin yang diutus kepada mereka, diceritakan sebagai berikut:
Nabi mereka berkata lagi kepada mereka. "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Mana mungkin Thalut akan dapat merajai kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, lagi pula ia tidak mempunyai kekayaan yang cukup banyak". Nabi mereka menjawab: "Sungguh, Allah yang telah memilihnya menjadi rajamu, dan akan menganugrahinya dengan ilmu yang luas dan keperkasaan" Mereka berpendapat bahwa yang patut menjadi raja ialah mereka dari turunan raja-raja dan bangsawan serta kaya-raya. Padahal syarat yang diperlukan untuk seorang raja ialah: memiliki kepribadian yang menonjol, mempunyai ilmu pengetahuan yang luas di segala bidang. Dan Allah menganugrahi kerajaan kepada orang yang disukai-Nya, dan Allah itu Maha Luas Pemberian-Nya dan Maha Mengetahui. Al-Baqarah: 247
Juga selama periode Nabi Muhammad, orang terkemuka pada masa itu dengan berapi-api menentang beliau (Az-Zukhruf: 37). Sikap perlawanan mereka, tidak salah lagi, dihasilkan dari kebiasaan mereka menilai orang berdasarkan kesejahteraan, harta, dan nama baik. Mereka baru akan patuh apabila utusan yang dikirim adalah orang terkemuka dan kaya. Namun mematuhi seseorang hanya karena dia dipilih oleh Allah saja, bagi mereka sangat sulit karena mereka sombong. Hal yang sama terjadi pada Nabi Shaleh:
Kata mereka: "Apakah kita akan mengikuti seorang manusia biasa dari kalangan kita sendiri. Jika demikian kita ini benar-benar dalam kesesatan, gila macam kuda liar?" Apakah terhadap orang biasa di antara kita itukah wahyu itu diturunkan? Padalah dia seorang pendusta lagi sombong. Kelak mereka akan tahu siapa sebenarnya yang bohong dan sombong itu. Al-Qamar: 24-26
Dalam memahami betapa sombongnya orang yang tersesat, Surat Al-Mudatsir menerangkan kepada kita secara jelas. Surat itu menerangkan tentang seseorang yang diberi banyak anugrah oleh Allah, yang mendengar dan memahami ayat Allah tapi juga tidak mematuhi perintah Allah hanya karena kesombongan belaka. Untuk itu dia pantas dihukum dengan cara dibuang ke neraka:
Biarlah Aku sendiri yang bertindak atas orang yang telah Kuciptakan "sebatangkara" Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan sehubungan dengan tingkah polah seorang pimpinan kafir Quraisy, yang bernama Walid bin Mughirah. Dia dilahirkan sebatangkara lagi papa. Lalu ia menjadi kaya-raya, serta dapat pula kekuasaan dengan menduduki kursi pimpinan dalam masyarakat kafir Quraisy. Dan telah Kuberikan kepadanya harta benda yang melimpah ruah; dan anak-anak yang selalu mendampinginya. Dan aku lapangkan baginya rezeki dan kekuasaan selapang-lapangnya. Lalu ia ingin sekali supaya harta benda dan kekuasaan itu Aku tambah lagi. Sekali-kali tidak akan Kutambah! Karena dia sangat menentang ayat-ayat kami. Akan Kutimpakan kepadanya siksaan yang tidak tertanggungkan. Dia telah memikirkan rencana penolakan Al-Qur'an semasak-masaknya, dan menetapkan tindak pelaksanaannya. Maka terkutuklah dia! Bagaimanapun "cara" yang diperbuatnya. Sekali lagi terkutuklah dia! Bagaimanapun "lampah" yang dilakukannya. Lalu ia berpikir tentang Al-Qur'an berkali-kali. Lalu di bermuka asam dan memberengut. Sesudah itu dia berpaling terus pergi dengan rasa penuh keangkuhan. Lalu dia berkata: "Al-Qur'an ini adalah sihir orang lain yang diambil alih oleh Muhammad". Dan tidak lain, hanyalah perkataan manusia belaka. Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar. Sampai dimana pengetahuanmu tentang neraka Saqar itu? Neraka Saqar itu, tidak menyisakan daging, dan tidak pula membiarkan tinggal tulang-tulang. Pembakar kulit manusia. Al-Mudatsir: 11-29
Pada ayat lain keadaan orang sombong di neraka digambarkan sebagai berikut:
Diperintahkan kepada penjaga neraka: "Tangkaplah orang yang berdosa itu dan seretlah ke tengah-tengah neraka!". "Kemudian tuangkanlah ke atas ubun-ubunnya air mendidih tadi sebagai siksaan. "Rasakanlah! Karena engkau pernah mengatakan bahwa engkau orang yang perkasa dan mulia Ucapan ini dilontarkan sebagai ejekan dari Nabi Muhammad terhadap lawannya Abu Jahal, ketika dibunuh pada masa Perang Badar. Demikian Al Umawi dalam beberapa kisah pertempurannya yang diutarakan oleh 'Ikrimah. Siksaan ini adalah siksaan yang waktu di dunia dahulu engkau sangsikan. Ad-Dukhan: 47-50
Manusia hanyalah hamba Allah. Sadarilah keadaan diri sebelum Allah menyadarkan. Hendaknya seseorang menyadari bahwa dia tidak memiliki apapun karena semuanya adalah anugrah Allah. Karenanya dia akan menemukan pertolongan sejati dengan berterima kasih kepada Allah. Jika dia mulai menampakkan kesombongan atas anugrah yang diterimanya, dia akan segera kehilangan kenikmatan yang diperoleh dari anugrah itu. Allah membimbing orang yang menyadari bahwa dia hanya seorang hamba. Namun jika manusia bertindak sebaliknya, dia akan mendapat kemurkaan tuhannya sebagaimana yang diceritakan pada ayat di bawah ini:
Al-Masih sendiri sekali-kali tidak merasa rendah menjadi hamba Allah begitu juga malaikat-malaikat yang terdekat dengan Allah Yaitu di antaranya ialah Malaikat Jibril (Ruhul Kudus) yang membawa perintah penciptaan Al-Masih An-Nisa: 172.
Adapun orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Al-A'raf: 36
Adapun orang yang tidak menyombongkan diri lagi bersikap lunak, adalah hamba Allah sejati dan akan dihadiahi dengan surga:
Itu kampung akhirat yang pernah kau dengar beritanya. Kami jadikan kenikmatannya bagi orang-orang yang tidak mau berlagak sombong dan tidak mau merusak di permukaan bumi. Dan syurga, adalah akibat yang baik bagi orang-orang yang takwa. Al-Qasas: 83
Diterjemahkan dari buklet "The Basic Concepts in The Qur'an" karya Harun Yahya. www.harunyahya.com. Terjemahan Al-Qur'an dikutip dari "Terjemah dan Tafsir Al-Qur'an" susunan Bachtiar Surin terbitan Fa. SUMATRA Bandung.

..Untuk Yang Terkasih..( true story )


Sebenarnya ini bukan tentang kematianmu, bukan itu.
karena, aku tahu bahwa semua yang ada pasti menjadi tiada pada akhirnya,
dan kematian adalah sesuatu yang pasti,
...dan kali ini adalah giliranmu untuk pergi,........ aku sangat tahu itu.

Tapi yang membuatku tersentak sedemikian hebat,

adalah kenyataan bahwa kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang,....... sekejap saja,........ lalu rasanya mampu membuatku menjadi nelangsa setengah mati,
hatiku seperti tak di tempatnya, dan tubuhku serasa kosong melompong, hilang isi.

Kau tahu sayang, rasanya seperti angin yang tiba-tiba hilang berganti kemarau gersang.

Pada airmata yang jatuh kali ini, aku selipkan salam perpisahan panjang,
pada kesetiaan yang telah kau ukir, pada kenangan pahit manis selama kau ada,

aku bukan hendak megeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini.

Mereka mengira aku lah kekasih yang baik bagimu sayang,
tanpa mereka sadari, bahwa kaulah yang menjadikan aku kekasih yang baik.

Mana mungkin aku setia padahal memang kecenderunganku adalah mendua,
tapi kau ajarkan aku kesetiaan,.............. sehingga aku setia,
kau ajarkan aku arti cinta,................ sehingga aku mampu mencintaimu seperti ini.

Selamat jalan,
Kau dari-Nya, dan kembali pada-Nya,

kau dulu tiada untukku, dan sekarang kembali tiada.

selamat jalan sayang,
cahaya mataku, penyejuk jiwaku,

Selamat Jalan,
calon bidadari surgaku


( ...Puisi Hati BJ Habibie tuk Istri Terkasih... )

pelajaran cinta dan kesetiaan dari sang mantan negarawan...

Sikap Muslim Terhadap Sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam



Sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam merupakan sumber hukum syari’at Islam yang ke dua setelah al Qur’anul Karim. Keberadaan sunnah bisa merupakan pendukung dan penguat kandungan al Qur’an. Bisa pula sebagai tafsir dan penjelasannya. Dan secara terpisah, as-Sunnah juga merupakan landasan tasyri’ (penetapan hukum) yang melahirkan berbagai hukum, serta merupakan nash (ketetapan) untuk menghalalkan ataupun untuk mengharamkan sesuatu yang tidak tercantum di dalam al Qur’an.

Namun sangat disayangkan, masih ada sebagian orang yang mengaku muslim, namun menolak sunnah secara total. “Al Qur’an telah cukup”, begitu kata mereka. Tidak diragukan lagi, anggapan dan ucapan seperti itu adalah kedustaan, bahkan dengan begitu mereka telah mendustakan al Qur’an dan sekaligus as Sunnah. Bukankah al Qur’an telah memerintahkan untuk mengambil apa saja yang datang dari Nabi Shalallaahu alaihi wasalam dan menjauhi apa yang dilarang beliau? Sebagaimana firman Allah,

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya”.
(QS. 59:7)
Ada pula kelompok tertentu yang memilah-milah Sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, yakni mengambil sebagian yang cocok dengan selera dan akalnya saja. Sementara apabila akal dan seleranya tidak cocok, maka dia tolak sunnah tersebut. Sikap seperti ini telah melanda seba-gian besar kaum muslimin. Bahkan terkadang -karena saking bodohnya- ia berani menentang sunnah, bahkan menghujatnya.

Ada juga kelompok yang menerima sunnah dan tidak menolaknya. Akan tetapi, memahaminya dengan berbagai ta’wil (interpretasi) yang jauh dari kebenaran. Seperti dilakukan oleh sekelompok orang yang silau kepada budaya barat (baca: Yahudi dan Nashara). Mereka menggulirkan faham sesat lagi memurtadkan, yaitu pluralisme dan inklusifisme. Faham ini menyejajarkan Islam dengan agama-agama lain. Semuanya diyakini benar dan diridhai Allah. Mereka tidak tahu atau pura-pura lupa dengan firman Allah,“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenar-nya)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. 2:120)

Sementara itu sebagian kaum muslimin juga ada yang menyikapi sunnah Nabi dengan sikap meremeh-kan. Kalau mereka diajak untuk melaksanakan sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, mereka beralasan, “Ah itu kan cuma sunnah. Padahal yang dimaksud sunnah di sini adalah hadits, perilaku dan jalan hidup Nabi Shalallaahu alaihi wasalam di dalam ber-Islam, yang boleh jadi itu adalah wajib diyakini dan wajib dilakukan, seperti shalat fardhu berjama’ah, berumah tangga sesuai tuntunan Islam, menjawab salam dan sebagainya. Orang seperti ini, telah salah persepesi, yakni beranggapan kalau menekuni sunnah nabi berarti mengubah hukum dari sunnah menjadi wajib. Demikian pula, jika mereka diingatkan supaya tidak melakukan perbuatan yang dibenci oleh syari’at, mereka berdalih, “Ini hanya makruh saja.”
Kepada mereka perlu ditanyakan, andaikan ada dua pilihan perbuatan, yang satu hukumnya sunnah dan yang lain adalah makruh, maka apakah masih juga memilih yang makruh daripada yang sunnah? Apakah ada shahabat Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang menanyakan sesuatu, kemudian setelah tahu bahwa itu sunnah mereka meninggalkannya? Dan ketika tahu, bahwa itu adalah makruh, kemudian mereka justru mengerjakan?”
Kedudukan As Sunnah di dalam Al Qur’an

Perlu diketahui bahwa patuh dan ta`at kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam adalah patuh dan tekun menjalankan Sunnahnya, mengamalkan. Dan patuh kepada Sunnah berarti patuh dan taat kepada Allah Subhannahu wa Ta’ala . Berikut ini dalil-dalilnya:

Perintah ta`at kepada Allah dan kepada rasul-Nya, disebutkan secara bergandengan di dalam al-Qur’an:
“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling daripada-Nya, sedang kamu mendengar (perintah-perintahnya)” (QS. 8:20)
Dan di dalam ayat yang lain desebutkan, artinya:
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu” (Qs.8:24)

Allah menegaskan, bahwa petunjuk (hidayah) itu sangat tergantung kepada ketaatan dan ittiba’ kepada Nabi Nya.
“Nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk” (QS. 7:158)
Dan firman Nya,

“Katakanlah, “Ta’atlah kepada Allah dan ta’atlah kepada Rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, kewajiban kamu adalah apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk” (An Nur: 54)

Allah telah menetapkan rahmat Nya bagi para pengikut Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, dan menjanjikan keberuntungan dan kesuksesan di dunia dan di akhirat atasnya.

“Dan rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertaqwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami”. (QS. 7:156)
Dalam kelanjutan ayat di atas disebutkan,

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi …. Hingga pada firman Allah, “Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Qur’an). Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. 7:157)

Sahnya iman seseorang sangat tergantung kepada kepatuhan terhadap keputusan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, menerima dan lapang dada atas keputusan itu.

“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa kebera-an dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” (QS. 4:65)
Di dalam ayat yang lain Allah menegaskan,

“Kemudian jika kamu berlainan penda-pat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan Hari Kemu-dian.” (QS. 4: 59)
Demikian pula firman Allah di dalam surat al Ahzab ayat 36, dan selainnya.

Allah telah memperingatkan bahwa menyelisihi Rasul Shalallaahu alaihi wasalam merupakan sebab kehancuran dan terjerumus dalam fitnah. Sebagaimana yang telah difirmankan,
Artinya, “Maka hendaklah orang- orang yang menyalahi perintahnya (Rasul) takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (QS. 24:63)

Orang yang tidak mengikuti jalan rasulullah, niscaya menyesal pada Hari Kiamat kelak, sebagaimana Allah berfirman,
Artinya, “Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim itu menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Aduhai kiranya (dulu) aku mengambil jalan (yang lurus) bersama Rasul. Kecelakaan besarlah bagiku; Kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan jadi teman akrab(ku).” (QS. 25:27-28)

Allah telah menetapkan bahwa cinta Allah dan ampunan-Nya hanya bisa diraih dengan mengikuti Rasul -Nya:
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu”. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 3:31)
Demikian penjelasan dari al-Qur’an yang mengajak kita semua kaum muslimin untuk berpegang kepada sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam . Karena segala ucapan beliau yang berkaitan dengan agama bukanlah berasal dari kemauan hawa nafsunya, tetapi atas bimbingan wahyu Allah.
Penjelasan dari As Sunnah (Hadits)

Amat banyak hadits Nabi yang memerintahkan setiap muslim untuk mengikuti sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam, dan melarang berbuat bid’ah (menyelisihi sunnah). Di antara sabda Nabi yang menegaskan hal itu adalah:

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam,

Artinya, “Seluruh umatku akan masuk surga kecuali orang yang enggan.” Lalu ditanyakan, Siapakah yang enggan wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Barang siapa yang taat kepadaku, maka masuk surga, dan barang siapa yang bermaksiat kepada-ku maka dia telah enggan (masuk surga)” (HR. Al Bukhari)

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam,

Artinya, “Biarkan aku dengan apa yang telah kutinggalkan untuk kalian (terimalah ia), sesungguhnya yang telah membinasakan orang sebelum kalian adalah (disebabkan) mereka banyak bertanya dan banyak menyelisihi nabi mereka. Jika aku melarang kalian dari mengerjakan sesuatu maka jauhilah, dan jika aku memerintahkan sesuatu maka laksanakanlah sesuai kemampuan kalian.” (Muttafaq Alaih)

Sabda Nabi Shalallaahu alaihi wasalam (dalam hadits ‘Irbadh bin Sariyah), di antara potongannya,
“Hendaklah kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafa’ ar Rasyidin yang telah mendapatkan petunjuk. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham (perpegang eratlah terhadapnya), dan jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan (dalam agama), karena setiap yang diada-adakan adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan at Tirmidzi dan berkata at Tirmidzi, “Hasan Shahih”)
Sikap Shahabat Nabi terhadap As Sunnah

Berkata Abu Bakar as Shiddiqz, “Tiada sesuatu pun yang pernah dilakukan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, kecuali aku melakukannya dan tidak pernah aku meninggalkannya. Aku khawatir jika aku meninggalkan sedikit saja yang beliau perintahkan, maka aku akan menyimpang.”

Berkata Umar bin Khaththab Radhiallaahu anhu ketika memegang hajar aswad, “Sung-guh aku tahu engkau hanyalah batu yang tidak memberi madharat dan manfaat, kalau bukan karena aku melihat Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menciummu, maka tentu aku tidak akan menciummu.”
Ali bin Abi Thalib Radhiallaahu anhu berkata, “Aku tidak pernah meninggalkan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam karena ucapan seseorang”

Abdullah Ibnu Mas’ud mengatakan, “Sederhana dalam melaksanakan sunnah, lebih baik daripada banyak dan giat di dalam melakukan bid’ah.”
Ibnu Umarzapabila sedang meniru Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam , maka orang yang melihatnya mengira ada sesuatu yang tidak beres padanya (seperti tidak wajar). Bahkan Nafi’, maula (klien) beliau mengatakan, “Kalau aku melihat Ibnu Umar sedang mengikuti sunnah Nabi SAW sungguh aku mengatakan, ini adalah sesuatu yang gila.”
Ibnu Abbas juga pernah berkata, “Wahai manusia, aku khawatir kalau turun hujan batu dari langit, (lantaran) aku katakan pada kalian sabda Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, lalu kalian menyanggah dengan mengatakan “Abu Bakar berkata begini dan Umar berkata begitu!.”

Wallahu a’lam

TAUBAT DAN HARGA DIRI



Kita semua tahu bahwa jalan terakhir dari sebuah perbuatan salah adalah menebus kesalahan tersebut dengan sebuah kebaikan yang tidak perna putus. Atau, dengan kata yang lebih terkenal adalah melakukan taubatan nasuha. Tidak jarang kita mendengar orang yang dulunya seorang bajingan kini menjadi alim ulama, atau ada juga orang yang dulunya alim dan besar dipesantren tapi malah terjerumus dalam dunia hitam.
karena dalam suatu dosa ada dua hak: hak Allah SWT dan hak manusia. Maka taubat dari dosa itu adalah dengan meminta maaf kepada manusia karena hak orang itu atasnya; dan dengan menyesali perbuatan itu untuk menghapus dosa di hadapan Allah SWT, karena hak Allah SWT atasnya.
Syukur-syukur bisa melakukan taubat kecuali amal kebaikan dengan tanggungan dosa keburukan. (Hadits diriwayatkan oleh Bukhari) sebelum ajal memanggil bagaimana jika tidak ???

"Barangsiapa yang telah melakukan kezaliman kepada saudaranya, baik harta maupun harga diri, maka pada hari ini hendaklah ia meminta dibebaskan, sebelum datang hari tidak berguna padanya dinar dan dirham, kecuali amal kebaikan dengan tanggungan dosa keburukan. (Hadits diriwayatkan oleh Bukhari)

Sering kita bertanya bagaimana hal itu bisa terjadi atau menimpa mereka yang seyogya nya anak “baik-baik”. Kasihan, mungkin itulah kata yang terlontar dari mulut kita. Tapi pernahkah kita bertanya mengapa atau pernahkah kita mencari tahu sebab musababnya. Pada dasarnya, nafsu dan harga diri berhubungan erat. Terlebih lagi jika iman sudah mulai menipis dan hanya tinggal sisa-sisa. Harga diri, adalah sebuah hal yang sangat urgent bagi setiap makhluk yang bernama manusia. Dan hal ini, dimanfaatkan dengan baik oleh syaitan sehingga bisa dicemari oleh nafsu. Hasilnya? Tentu saja sebuah kesombongan luar biasa dan sebuah kekhwatiran yang tidak beralang.

Banyaknya manusia yang terjebak dalam jaman disebabkan karena mereka merasa bahwa ada harga yang harus dikorbankan. Dan bila harga itu dikorbankan maka ia merasa bahwa dunianya telah hilang. Asstaghbirullah.. Inilah biang kerok mengapa begitu banyak manusia susah untuk bertobat. Pada dasarnya taubat itu sangat mudah, semudah kita melafalkan syahadat. Tapi, bila telah di antukkan dengan kenyataan maka hal tersebutlah sebuah kenyataan pahit.

Banyak yang takut bertobat karena takut kehilangan teman mainnya, dunia malamnya, prestige nya hilang karena ia berjenggot. Bagi mereka, itulah sebuah harga diri yang tidak pantas dibuang. Ukurannya pun adalah dunia pergaulan. Berapa banyak yang bangga dengan apa yang pakainya, dengan siapa ia berteman, dimana ia kuliah, dan kemana jika  bergaul, Itulah yang terkadang menjadi ukuran harga diri.

Maka hendaklah kita bertaubat, sebelum godaan/cobaan tersebut datang kepada diri kita. Allah S.W.T akan selalu membuka pintu taubat nya untuk semua orang termasuk diri kita sendiri.

“Dan terhadap orang yang ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa merekapun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menerima taubat mereka agar mereka tetap dalam taubatnya. Sesungguhnya Allah-lah Yang maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (at taubah 118)

Jika demikian manakah yang terpenting diantara keduanya. Tak bisakah kita terus dan terus mengalahkan sesuatu yang memang seharusnya dikalahkan. Harga diri tentu saja penting, tapi harga diri yang bagaimanakah yang ingin dibentuk? Salah kaprah mengenai pengertian harga diri dan salah kaprah dalam penempatan inilah yang selalu menjadi masalah. Negeri ini, mungkin saja sudah salah kaprah mengenai harga dirinya. Negeri ini, berpikir bahwa dengan mengirim aurat mungkin bisa mengangkat harkat derajat tapi apa yang didapat. jika ditanya manakah yang terpenting, silahkan anda jawab sendiri. Karena orang yang bertaubat adalah orang yang berani mengambil keputusan. Jangan pernah berpikir untuk bertaubat jika jiwa anda adalah jiwa seorang pengecut. Ibarat pemimpi yang hanya berani untuk bermimpi tidak pernah berpikir untuk menjadikannya nyata, sekarang tinggal kita masing - masing gimana menanggapinya.

Kerendahhatian dan Kesombongan





Rendah hati adalah salah satu dari konsep-konsep inti yang sering diingatkan kepada kita secara berulang-ulang. Rendah hati adalah tanda iman sedangkan kesombongan adalah tanda kafir
Jika kerendahhatian dianggap identik dengan iman dan kesombongan dianggap identik dengan kafir, itu karena iman membimbing manusia kepada pemahaman dan kebijaksanaan, sementara kafir menghalangi seseorang dari memperoleh kebaikan. Dengan membangun kesadaran akan Allah melalui kearifan, seseorang yang memiliki iman dalam hatinya tidak akan pernah berani menyombongkan diri. Dia menerima dengan rela bahwasanya Allah berkuasa atas segala sesuatu, sedangkan dia sebagai manusia hanyalah seorang hamba yang diberkahi dengan banyak kenikmatan. Orang yang mendapat hidayah melihat kekuasaan Allah dalam segala hal dan menyadari kelemahan dirinya sebagai manusia yang merasa lapar, mudah mendapat sakit dan menderita rasa sakit. Dia tidak dapat mencegah dirinya dari bertambah tua. Dia tidak menciptakan dirinya sendiri dan juga tidak dapat menghindari mati. Dengan tubuh yang cenderung kepada kelemahan, dia ditakdirkan hidup untuk periode waktu tertentu hingga pada akhirnya dia mati dan kembali kepada Penciptanya. Tidak ada satu alasanpun yang pantas baginya untuk menyombongkan diri. Bahkan seandainyapun dia memiliki hal yang pantas untuk disombongkan, dia tetap tidak layak untuk menyombongkannya karena semuanya, baik itu dirinya maupun yang dia miliki, adalah pemberian Allah. Karena itu sudah selayaknya dia berterima kasih ketimbang menyombong. Pengakuan akan keagungan sang pencipta, dengan sendirinya akan memimpin orang itu. Dia benar-benar sadar akan kelemahannya di mata Allah, namun dia tidak menunjukkannya kepada orang lain. Sebaliknya, dia dikenal sebagai orang yang bermartabat, terhormat, rendah hati, percaya diri, dan dewasa.
Akibat kurang mampu untuk memahami Allah, orang kafir tinggal di dalam cengkeraman kesombongan dan kebanggaan mereka yang percuma. Mereka merasa memiliki identitas terpisah yang bebas dari Allah. Kelebihan pribadi seperti kecerdasan, kesejahteraan, penampilan menawan, kemasyhuran, menjadi hal-hal yang membuat mereka memuji diri mereka sendiri. Mereka tidak mengerti bahwa semua itu adalah berkah yang diberikan oleh Allah dan dapat dicabut sewaktu-waktu. Aspek lain dari orang kafir adalah rasa rendah diri yang berlebihan. Hal ini secara umum adalah akibat dari ketidakmampuan untuk mencapai status atau standar hidup tertentu. Akibat ketidaksadaran total akan konsep-konsep kunci semacam itu serta konsep kepatuhan dan keyakinan kepada Allah, orang kafir dapat mengalami penderitaan dari berbagai macam penyakit jiwa yang berbeda, dan yang terbanyak adalah rendah diri yang berlebihan atau terlalu tinggi hati. Keadaan mereka didefinisikan di dalam Al-Qur'an sebagai berikut:
Sesungguhnya orang-orang yang membantah dalil-dalil Kami tanpa alasan, yang mereka peroleh itu tidak lain karena kesombongan nafsu ingin mendapat atau mempertahankan kedudukan sebagai orang besar, padahal maksudnya itu tidak akan tercapai. Oleh karena itu mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Al-Mukmin:56
Seseorang yang berada dalam keadaan ini menemukan bahwa segala sesuatunya tidak berarti kecuali keberadaannya sendiri. Di matanya segalanya adalah alat untuk memuaskan egonya. Dia terus-menerus berada dalam usahanya memuji dirinya sendiri. Dia menyangkal kegagalan-kegagalannya dan tidak pernah mengakui bahwa dia berasal dari jenis manusia yang sangat mungkin berbuat salah. Pada beberapa hal, dia mengembangkan kebencian yang hebat terhadap agama. Hal ini pada dasarnya karena agama mengajarkan kebenaran yang unik bahwa seorang manusia hanyalah hamba Allah yang mana keberadaannya secara total bergantung pada Allah. Namun karena termakan habis-habisan oleh harga dirinya, dia menjadi buta pada kebenaran yang ditunjukkan oleh agama. Di dalam penyangkalan itu, dia berpegang teguh pada pendiriannya sendiri tentang hidup. Al-Qur'an menjelaskan tentang orang-orang semacam ini sebagai berikut:
Mereka mengingkarinya karena zalim dan sombong, padahal hati mereka meyakini kebenarannya. Sebab itu perhatikanlah bagaimana kesudahannya orang-orang yang berbuat onar. An-Naml:14
Karena terbelenggu oleh kesombongannya, orang semacam itu hidup demi memuaskan ego mereka sendiri. Tidak diragukan lagi bahwa mereka adalah orang-orang yang cenderung kepada berbuat kejahatan. Ayat di bawah ini memperingatkan kita tentang tindakan mereka yang memperdayakan:
Di antara manusia Golongan manusia ini ialah orang-orang yang perkataanya berbeda dengan perbuatannya atau berbeda dengan apa yang tersembunyi di dalam hatinya. Keahliannya dalam memutar-balikkan sesuatu dan memutar lidahnya dalam pembicaraannya hingga dapat menarik perhatian pendengar adalah senjata ampuhnya . Dia dapat mempertahankan pendiriannya yang salah, dengan kepintaran memutar lidah semata. Golongan manusia yang seperti ini, ada pada tiap-tiap bangsa dan masa ada golongan yang ucapannya menarik perhatianmu mengenai kehidupan dunia ini, dan dipersaksikannya dengan nama Allah atas kebenaran isi hatinya, padahal dia adalah musuh utama. Dan apabila dia telah pergi meninggalkan pendengarnya, maka ia membuat kerusakan di muka bumi, dirusakkannya sawah ladang dan ternak Dalam hubungan itu sebagian cendekiawan muslim berpendapat bahwa yang dimaksud dengan sawah dan ladang ialah perempuan. Yang dimaksud dengan ternak ialah turunan. Ini berdasarkan ayat Tuhan. (Lihat 2:223). Maka dengan ini yang dimaksud merusak sawah ladang ialah merusak kehormatan perempuan dengan menggaulinya dengan cara tidak sah, untuk kemudian melahirkan anak (turunan) yang tidak sah pula. Dan Allah tidak menyukai kebinasaan. Dan bila dikatakan kepadanya: "Bertakwalah kepada Allah!", serta merta timbul keangkuhannya yang menjurus kepada dosa. Cukuplah neraka jahanam sebagai balasannya; dan itulah tempat tinggal yang seburuk-buruknya. Al-Baqarah:204-206
Dalam ayat lain, sikap dari orang-orang yang sombong dinyatakan sebagai berikut:
Didengarnya beberapa dalil Allah yang dikemukakan kepadanya, kemudian dia tetap menyangkal dengan sombongnya, seolah-olah dia tidak mendengarkannya. Karena itu, gembirakanlah dia dengan siksaan yang pedih. Al-Jatsiyah:8
Menyangkal kebenaran hanya karena kesombongan belaka, adalah kunci pemahaman tentang arti kesombongan. Dengan berbuat sombong berarti seseorang telah memilih jalan kesedihan baik itu di dunia maupun di akhirat nanti. Itulah sebabnya kesombongan menjadi musuh manusia yang paling membahayakan.
Bahkan kesombongan pulalah yang menjadi alasan penolakan Iblis untuk memberikan penghormatan kepada Nabi Adam. Hal ini dijelaskan di dalam Al-Qur-an dalam sebuah cerita:
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan manusia dari tanah. Manakala telah kusempurnakan kejadiannya dan setelah kutiupkan roh ciptaanKu; hendaklah kamu merendahkan diri sujud kepadanya." Lalu para malaikat itu sujud semuanya; kecuali iblis. Dia berlagak sombong, dan dia termasuk orang-orang yang kafir. Tuhan bertanya: "Hai iblis, apakah gerangan yang menghalangimu untuk sujud kepada seseorang yang telah Kuciptakan dengan kekuasaanKu? Apakah kamu berlagak sombong atau merasa diri tergolong orang yang lebih tinggi?" Iblis menjawah: "Aku lebih baik dari padanya. Engkau menciptakanku dari api, sementara dia Engkau ciptakan dari tanah. Tuhan berfirman: "Keluarlah kamu dari Syurga, sesungguhnya engkau sudah terusir." Dan kutukanKu tetap atasmu sampai "Hari Pembalasan." Sad: 71-78
Pernyataan yang digunakan iblis di dalam ayat tersebut sangatlah mengejutkan dan mencerminkan watak kejinya. Iblis dikuasai oleh perasaan tak berdasar yang membuatnya merasa lebih penting dari Adam. Iblis enggan mengakui bahwa Allah-lah yang sanggup memuliakan makhluk. Padahal dengan diperintahkannya malaikat untuk bersujud pada Adam, jelas bahwa Iblis pun kalah mulia dari Adam karena sebelum adanya Adam, malaikat adalah makhluk yang paling mulia diantara semua makhluk. Tidak satu makhlukpun yang berani melawan perintah Allah namun Iblis berani dan sebagai akibatnya dia dikutuk selama-lamanya.
Iblis memberikan sebuah contoh jahat bagi orang-orang yang mengikuti jalannya. Iblis memberontak kepada Allah dan mendorong manusia untuk memberontak juga. Ayat di bawah ini menjelaskan tentang bagaimana manusia disesatkan:
Tuhan berfirman: "Hai iblis mengapa kamu tidak sujud menyertai mereka?". Iblis menjawah: "Aku tidak layak bersujud kepada makhluk yang Engkau ciptakan dari jenis "tanah liat yang dibentuk itu". Allah berfirman: "Keluarlah dari sini, karena kamu terkutuk, sedang kutukan itu selalu akan menimpamu sampai hari kiamat". Berkata iblis: "Ya Tuhanku, beri tangguhlah aku sampai hari kebangkitan manusia". Tuhan menjawah: "Kamu diberi tangguh, sampai pada suatu hari, yang waktunya sudah dikenal Maksudnya "Hari tiupan sangkakala yang pertama yaitu pada saat berakhirnya hari-hari dunia", dan permulaannya "hari-hari akhirat", di mana semua makhluk yang ada di langit dan yang ada di bumi dimatikan. Itulah permulaan kiamat, ditandai dengan tiupan sangkakala yang pertama. Iblis berkata lagi: "Ya Tuhanku, karena Engkau telah memutuskan bahwa aku ini makhluk sesat, maka aku akan merangsang anak cucu Adam di muka bumi ini untuk berbuat maksiat, dan akan kubawa sesat mereka semuanya. Al-Hijr:32-39
Iblis menginginkan manusia untuk tersesat juga. Ini adalah tipe kepuasan jiwa yang juga ada pada manusia. Sama seperti halnya Iblis, seseorang yang melakukan kejahatan juga menginginkan orang lain melakukan kejahatan dan dihukum juga. Harapan untuk berbagi kejahatan; dan dengan demikian juga berbagi hukuman, telah menjadi hiburan bagi orang-orang yang menolak beriman dan mengingkari keberadaan Allah karena mereka tahu bahwa mereka juga dikelilingi oleh orang-orang yang juga tersesat. Rasa sentimen seperti "Semua orang juga melakukannya" dan "Jika orang-orang masuk neraka saya juga", biasanya diungkapkan. Alasan dari pernyataan ini adalah logika seperti yang dijelaskan di atas. Iblis sadar betul akan keberadaan dan kekuasaan Allah namun karena dikendalikan oleh rasa tinggi hati yang berlebihan, dia mengharapkan "perlakuan istimewa" dan ingin menikmati hak-hak istimewa pula. Itulah sebabnya dia menolak ketika diperintahkan untuk bersujud kepada Adam. Di dalam Al-Qur'an digambarkan bagaimana orang-orang kafir sebenarnya mengakui keberadaan Allah, namun karena "percaya bahwa mereka memiliki beberapa keunggulan istimewa", mereka ingin menikmati hal-hal tertentu di atas orang lain. Apalagi banyak orang tersesat yang menganggap diri mereka "kekasih Allah". Di dalam Al-Qur'an sikap mental semacam ini sering ditegaskan:
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasihnya-Nya". Katakanlah! kalau begitu mengapa Tuhan menyiksamu karena dosa-dosamu?". Tidak benar kamu adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih Tuhan, tetapi kamu adalah manusia biasa di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni siapa saja yang dikehendaki-Nya pula. Dan kepunyaan Allah-lah kekuasaan langit dan bumi dan apa yang berada di antara keduanya. Dan kepada-Nya-lah tempat kembali segala-galanya. Al-Maidah:18
Perasaan istimewa dan superior terwujud dalam berbagai bentuk. Islam mengajarkan kepada manusia bahwa manusia berhutang kehidupannya kepada Allah dan manusia tidak memiliki hal apapun kecuali apa yang telah dianugerahkan Allah kepadanya. Menolak fakta ini adalah penyebab utama yang membuat sebagian besar manusia tersesat. Apakah bedanya pernyataan Iblis yang menyatakan "Aku diciptakan dari api" dengan peryataan "Aku anggota keluarga terpandang", "Aku memiliki banyak uang", atau "Aku berpenampilan menawan". Hal-hal tersebut menjadi alasan atas kesombongan mereka. Peristiwa Qarun adalah contoh nyata seperti yang diceritakan dalam surat Al-Qasas:76-83.
Seperti yang kita lihat pada ayat di atas, Qarun dan orang-orang sejenisnya percaya bahwa mereka diberi anugrah karena sifat-sifat tertentu yang mereka miliki sehingga pantas ditolong oleh Allah dan menganggap orang miskin sebagai orang yang tidak pantas mendapat pertolongan dari Allah. Mereka lupa dan menyangkal bahwa semua sifat-sifat tersebut pada dasarnya adalah anugrah Allah. Pernyataan Qarun: "Harta ini diberikan kepadaku karena ilmu tertentu yang aku miliki", adalah suatu kesombongan. Inilah sebabnya orang merasa penting dan suka memaksa kepada orang lain ketika merasa dirinya berhasil, makmur, dan berkuasa. Orang-orang yang demikian adalah orang-orang yang menganggap diri mereka kekasih tercinta Allah.
Manusia itu tidak pernah jemu memohon kebaikan, tetapi jika dia ditimpa malapetaka, dia putus-asa dan hilang harapan. Bila mereka Kami beri karunia setelah mereka menderita kesengsaraan, mereka katakan: "Inilah hakku, dan aku tidak yakin bahwa kiamat itu akan terjadi. Namun bila aku dikembalikan kepada Tuhanku, tentu sejumlah kehormatan telah ada untukku pada sisi-Nya". Sesungguhnya Kami akan memberitahukan kepada orang-orang kafir itu perbuatan maksiat yang pernah mereka kerjakan, lalu kami rasakan siksaan yang keras kepadanya. Fusshilat: 49-50
Sebaliknya orang-orang beriman tidak yakin bahwa dirinya pantas masuk surga. Itulah sebabnya orang beriman menyembah Tuhan mereka dalam "rasa takut dan harap" (As-Sajadah:16). Mereka mengharap Allah dan berdoa "Lindungilah kami dari api neraka (Al-Baqarah:201) "Jangan biarkan kami tersesat setelah kami Engkau beri petunjuk" (Al-Imran:8) "Hadirkanlah jiwa kami di hadapanmu sebagai orang muslim yang tunduk pada keinginanmu" (Al-A'raf:126). Semuanya itu jauh dari sifat orang kafir yang merasa pasti bahwa dirinya akan masuk surga. Kesombongan adalah penghalang bagi keselamatan abadi seseorang karena Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi menyombongkan diri (Al-Hadid:22). Ayat-ayat di bawah ini memperingatkan manusia secara berulang-kali untuk menghindari kesombongan:
Dan janganlah engkau berjalan di muka bumi ini dengan congkak. Sebab engkau tidak akan mampu menembus bumi, dan tidak pula akan dapat menjulang setinggi gunung. Al-Isra:37
Dan janganlah engkau membuang muka penuh kesombongan terhadap orang lain dan janganlah engkau berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sebab Allah tidak senang terhadap semua orang yang sombong lagi angkuh. Luqman:18
Tiada suatu bencanapun yang menimpa masyarakatmu di bumi Seperti musim paceklik, bencana alam, penjajahan, dan lain-lain atau yang langsung menimpa dirimu sendiri, hanya sudah tertulis dalam kitab Lauhul Mahfuzh sebelum bencana itu Kami ciptakan. Hal itu bagi Allah mudah saja. Demikianlah agar kamu jangan terlalu berduka cita terhadap sesuatu yang sudah luput darimu, dan jangan terlalu gembira terhadap sukses yang telah kamu capai. Allah tidak menyukai kepada semua orang yang sangat sombong dan bersikap angkuh. Al-Hadid:22-23
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan apapun juga. Dan berbaktilah kepada kedua orang ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim dan orang miskin, tetangga yang dekat dan yang jauh Sekalipun tetangga jauh itu bukan muslim, teman sejawat Yang dimaksud adalah teman dalam perjalanan, orang-orang yang dalam perjalanan, dan hamba sahaya yang berada di bawah kekuasaanmu. Sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang sombong dalam gerak-geriknya lagi sombong dalam ucapannya. An-Nisa:36
Di dalam Al-Qur'an, orang beriman berulang kali diingatkan untuk rendah hati dan bersikap lunak. Orang beriman secara teliti menghindari kesombongan karena mereka dapat memahami ayat bahwasanya Allah membenci orang-orang yang sombong lagi menyombongkan diri. Karena itu Al-Qur'an mendeklarasikan bahwa kerendahah-hatian adalah kebaikan dasar orang beriman.
Bagi masing-masing umat yang beragama, telah kami syari'atkan ibadah kurban Maksudnya menyembelih binatang ternak atas dasar pengarahan: mendekatkan diri kepada Allah semata. Islam menyatukan arah semua aktifitas muslim, baik dalam tutur-kata maupun amal perbuatan ke satu arah, yaitu: Allah. Tidak terkecuali dengan ibadah kurban ini. Itulah warna kehidupan muslim dan itu pulalah akidah muslim. Maka berdasarkan kesatuan arah ini pulalah diharamkan memakan daging binatang sembelihan yang tujuan menyembelihnya menyimpang dari akidah tauhid, dengan menyebut nama selain Allah. Misalnya nama berhala anu, batu keramat ini, tempat keramat itu, dan sebagainya, dan sebagainya, supaya mereka menyebut nama Allah pada waktu menyembelihnya dan bersyukur kepadaNya atas pemberian binatang ternak itu kepadanya. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kepadanya! Dan berilah berita gembira orang-orang yang tunduk patuh kepada Tuhan. Al-Hajj:34
Hamba-hamba Allah yang Maha Pengasih ialah orang-orang yang berjalan di muka bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang yang bodoh mengucapkan kata yang tidak sopan kepadanya, dijawabnya dengan: "Selamat Sejahtera!" Al-Furqan:63
Itu kampung akhirat yang pernah kau dengar beritanya Kami jadikan kenikmatannya bagi orang-orang yang tak pernah berlagak sombong dan merusak di permukaan bumi. Dan syurga, adalah akibat yang baik bagi orang yang takwa. Al-Qasas: 83 Adapun yang beriman dengan ayat-ayat Kami, tidak lain hanya orang-orang yang apabila diperingatkan dengan ayat itu, mereka menyungkur sujud sambil mengucapkan puja dan puji kepada Tuhannya, lagi mereka tidak pernah bersikap sombong. As-Sajadah:15
Ini adalah hal yang agak penting untuk dipertimbangkan. Apakah seseorang itu beriman ataukah tersesat, bergantung pada sombong atau rendah hatikah dia. Akibat-akibat dari kesombongan dijelaskan dalam ayat-ayat di bawah ini:
Akan Aku belokkan orang-orang yang bersikap sombong di muka bumi tanpa alasan yang benar dari memahami tanda-tanda kekuasaanKu Petunjuk dan keberuntungan yang dibawa oleh Syari'at Tuhan. Ciri-ciri orang yang sombong itu ialah: Jika mereka melihat ayat-ayat-Ku mereka tidak mempercayainya, jika mereka melihat petunjuk jalan mereka tidak mau melaluinya, dan bilamana mereka melihat jalan kesesatan mereka langsung menempuhnya. Yang demikian itu disebabkan mereka telah mendustakan ayat-ayat Kami dan selalu lalai dari padanya. Al-A'raf: 146
Orang-orang yang memerangi para pendakwah juga sombong seperti halnya orang-orang yang memerangi para rasul. Orang seperti itu didefinisikan sebagai "para pemimpin orang kafir" atau "orang-orang yang bersikap sombong" yang di dalam Al-Qur'an disebut sebagai menolak mematuhi rasul karena kesombongan dan arogansi. Mereka menolak bimbingan orang lain kepada jalan kebenaran. Atas dasar sikap suka menentang, mereka menganggap tak ada halangan. Kesombongan para pemimpin orang kafir ini sering disebut di dalam Al-Qur'an:
Pemuka-pemuka kaumnya yang sombong, mengatakan kepada orang-orang yang dianggap lemah yang telah beriman diantara mereka, katanya: "Tahukah kalian bahwa Shalih diutus menjadi Rasul oleh Tuhannya?" Mereka menjawah: "Sesungguhnya kami ini beriman kepada wahyu yang diturunkan kepada Shalih di mana ia disuruh menyampaikannya". Orang-orang yang sombong itu berkata lagi: "Sesungguhnya kami tidak percaya kepada apa yang kamu imani itu". Orang yang terkemuka dari kaum Syu'aib itu berkata: "Hai Syu'aib kami akan mengusir kamu dan pengikut-pengikutmu yang beriman itu dari negeri kami ini, atau kamu bersedia menganut kembali agama kami. Syu'aib menjawab: "Apakah akan kamu paksa juga, sekalipun kami tidak sudi?" Al-A'raf: 75-76; 88
Orang sombong menetapkan standar tertinggi atas status sosial, kemakmuran, dan kemasyhuran. Utusan manapun yang tidak dapat memenuhi standar tersebut, akan mereka anggap sebagai orang yang tidak mampu untuk memimpin manusia kepada jalan kebenaran. Sikap bawaan yang paling lazim dari orang kafir adalah kecenderungan mereka untuk memberontak melawan para utusan terpilih Allah.
Dalam Al-Qur'an, pemberontakan Bani Israil melawan Thalut, seorang pemimpin yang diutus kepada mereka, diceritakan sebagai berikut:
Nabi mereka berkata lagi kepada mereka. "Sesungguhnya Allah telah mengangkat Thalut menjadi rajamu". Mereka menjawab: "Mana mungkin Thalut akan dapat merajai kami, padahal kami lebih berhak mengendalikan pemerintahan daripadanya, lagi pula ia tidak mempunyai kekayaan yang cukup banyak". Nabi mereka menjawab: "Sungguh, Allah yang telah memilihnya menjadi rajamu, dan akan menganugrahinya dengan ilmu yang luas dan keperkasaan" Mereka berpendapat bahwa yang patut menjadi raja ialah mereka dari turunan raja-raja dan bangsawan serta kaya-raya. Padahal syarat yang diperlukan untuk seorang raja ialah: memiliki kepribadian yang menonjol, mempunyai ilmu pengetahuan yang luas di segala bidang. Dan Allah menganugrahi kerajaan kepada orang yang disukai-Nya, dan Allah itu Maha Luas Pemberian-Nya dan Maha Mengetahui. Al-Baqarah: 247
Juga selama periode Nabi Muhammad, orang terkemuka pada masa itu dengan berapi-api menentang beliau (Az-Zukhruf: 37). Sikap perlawanan mereka, tidak salah lagi, dihasilkan dari kebiasaan mereka menilai orang berdasarkan kesejahteraan, harta, dan nama baik. Mereka baru akan patuh apabila utusan yang dikirim adalah orang terkemuka dan kaya. Namun mematuhi seseorang hanya karena dia dipilih oleh Allah saja, bagi mereka sangat sulit karena mereka sombong. Hal yang sama terjadi pada Nabi Shaleh:
Kata mereka: "Apakah kita akan mengikuti seorang manusia biasa dari kalangan kita sendiri. Jika demikian kita ini benar-benar dalam kesesatan, gila macam kuda liar?" Apakah terhadap orang biasa di antara kita itukah wahyu itu diturunkan? Padalah dia seorang pendusta lagi sombong. Kelak mereka akan tahu siapa sebenarnya yang bohong dan sombong itu. Al-Qamar: 24-26
Dalam memahami betapa sombongnya orang yang tersesat, Surat Al-Mudatsir menerangkan kepada kita secara jelas. Surat itu menerangkan tentang seseorang yang diberi banyak anugrah oleh Allah, yang mendengar dan memahami ayat Allah tapi juga tidak mematuhi perintah Allah hanya karena kesombongan belaka. Untuk itu dia pantas dihukum dengan cara dibuang ke neraka:
Biarlah Aku sendiri yang bertindak atas orang yang telah Kuciptakan "sebatangkara" Ayat ini dan beberapa ayat berikutnya diturunkan sehubungan dengan tingkah polah seorang pimpinan kafir Quraisy, yang bernama Walid bin Mughirah. Dia dilahirkan sebatangkara lagi papa. Lalu ia menjadi kaya-raya, serta dapat pula kekuasaan dengan menduduki kursi pimpinan dalam masyarakat kafir Quraisy. Dan telah Kuberikan kepadanya harta benda yang melimpah ruah; dan anak-anak yang selalu mendampinginya. Dan aku lapangkan baginya rezeki dan kekuasaan selapang-lapangnya. Lalu ia ingin sekali supaya harta benda dan kekuasaan itu Aku tambah lagi. Sekali-kali tidak akan Kutambah! Karena dia sangat menentang ayat-ayat kami. Akan Kutimpakan kepadanya siksaan yang tidak tertanggungkan. Dia telah memikirkan rencana penolakan Al-Qur'an semasak-masaknya, dan menetapkan tindak pelaksanaannya. Maka terkutuklah dia! Bagaimanapun "cara" yang diperbuatnya. Sekali lagi terkutuklah dia! Bagaimanapun "lampah" yang dilakukannya. Lalu ia berpikir tentang Al-Qur'an berkali-kali. Lalu di bermuka asam dan memberengut. Sesudah itu dia berpaling terus pergi dengan rasa penuh keangkuhan. Lalu dia berkata: "Al-Qur'an ini adalah sihir orang lain yang diambil alih oleh Muhammad". Dan tidak lain, hanyalah perkataan manusia belaka. Aku akan memasukkannya ke dalam neraka Saqar. Sampai dimana pengetahuanmu tentang neraka Saqar itu? Neraka Saqar itu, tidak menyisakan daging, dan tidak pula membiarkan tinggal tulang-tulang. Pembakar kulit manusia. Al-Mudatsir: 11-29
Pada ayat lain keadaan orang sombong di neraka digambarkan sebagai berikut:
Diperintahkan kepada penjaga neraka: "Tangkaplah orang yang berdosa itu dan seretlah ke tengah-tengah neraka!". "Kemudian tuangkanlah ke atas ubun-ubunnya air mendidih tadi sebagai siksaan. "Rasakanlah! Karena engkau pernah mengatakan bahwa engkau orang yang perkasa dan mulia Ucapan ini dilontarkan sebagai ejekan dari Nabi Muhammad terhadap lawannya Abu Jahal, ketika dibunuh pada masa Perang Badar. Demikian Al Umawi dalam beberapa kisah pertempurannya yang diutarakan oleh 'Ikrimah. Siksaan ini adalah siksaan yang waktu di dunia dahulu engkau sangsikan. Ad-Dukhan: 47-50
Manusia hanyalah hamba Allah. Sadarilah keadaan diri sebelum Allah menyadarkan. Hendaknya seseorang menyadari bahwa dia tidak memiliki apapun karena semuanya adalah anugrah Allah. Karenanya dia akan menemukan pertolongan sejati dengan berterima kasih kepada Allah. Jika dia mulai menampakkan kesombongan atas anugrah yang diterimanya, dia akan segera kehilangan kenikmatan yang diperoleh dari anugrah itu. Allah membimbing orang yang menyadari bahwa dia hanya seorang hamba. Namun jika manusia bertindak sebaliknya, dia akan mendapat kemurkaan tuhannya sebagaimana yang diceritakan pada ayat di bawah ini:
Al-Masih sendiri sekali-kali tidak merasa rendah menjadi hamba Allah begitu juga malaikat-malaikat yang terdekat dengan Allah Yaitu di antaranya ialah Malaikat Jibril (Ruhul Kudus) yang membawa perintah penciptaan Al-Masih An-Nisa: 172.
Adapun orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami dan menyombongkan diri terhadapnya, mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Al-A'raf: 36
Adapun orang yang tidak menyombongkan diri lagi bersikap lunak, adalah hamba Allah sejati dan akan dihadiahi dengan surga:
Itu kampung akhirat yang pernah kau dengar beritanya. Kami jadikan kenikmatannya bagi orang-orang yang tidak mau berlagak sombong dan tidak mau merusak di permukaan bumi. Dan syurga, adalah akibat yang baik bagi orang-orang yang takwa. Al-Qasas: 83
Diterjemahkan dari buklet "The Basic Concepts in The Qur'an" karya Harun Yahya. www.harunyahya.com. Terjemahan Al-Qur'an dikutip dari "Terjemah dan Tafsir Al-Qur'an" susunan Bachtiar Surin terbitan Fa. SUMATRA Bandung.