Ada beberapa kalangan di luar Islam yang mereka tidak faham, tidak
mengerti tentang Islam, mereka berkata: “Lihatlah orang-orang Islam,
mereka menyembah ka’bah !”
Perkataan atau ucapan mereka ini didasari
atas mereka melihat kaum muslimin ketika sholat menghadap
ke arah
ka’bah, lalu mereka berkesimpulan : orang Islam menyembah ka’bah.
Terhadap ucapan jelek mereka ini kita jawab :
Sesungguhnya
orang-orang Islam hanya menjadikan Ka’bah sebagai arah hadap dalam
menyembah Allah, bukan menyembah ka’bah. Sebagaimana firman Allah ta’ala
:
فَلْيَعْبُدُوا رَبَّ هَذَا الْبَيْتِ
“Hendaklah mereka menyembah
kepada Tuhan, Allah ta’ala, Tuhan Yang memiliki Rumah ini, Yang memiliki
Ka’bah.”
Ka’bah sendiri berarti kubus persegi empat yang dalamnya
kosong, tidak ada apa-apanya.
Adapun Hajar Aswad ada di pojokan luar
ka’bah, bukan di tengah-tengah ka’bah.
Kemudian fungsi Ka’bah hanyalah sebagai arah hadap, karena Qiblat artinya arah hadap.
Dapat
dibayangkan andai kata umat Islam tidak punya arah qiblat, maka
bagaimana sholat jama’ah mereka ? Imamnya ingin ke utara, makmumnya
mungkin ada yang ingin ke selatan, ada yang ingin ke barat
kacau sholat
jama’ahnya. Supaya orang Islam berada di dalam satu kesatuan dengan
persatuan yang kuat ketika mereka menyembah Allah ta’ala.
maka Allah
ta’ala menetapkan arah qiblat. Dan ini bukan berarti orang Islam
menyembah Ka’bah.
Walaupun mereka menghadap ka’bah tetapi ini bukan
berarti orang Islam menyembah ka’bah. Kenapa ? Karena orang Islam hanya
menjadikan ka’bah sebagai pematok arah.
Karena yang namanya pematok arah
tidak akan sempurna kalau tidak terlihat.
Maka dibangunlah oleh Nabi
Ibrohim dan Nabi Isma’il ka’bah sebagai pematok arah supaya orang
melihat : Oh ke arah sana, ke arah ka’bah hendaknya kaum muslimin
seluruh dunia menyatukan arah.
Karena tidak mungkin mereka sholat
menghadap ke atas, karena Allah ada di atas langit. Tidak mungkin ! Maka
kaum muslimin diperintahkan menghadap ke arah yang sama dengan satu
patok yang sama, yaitu ka’bah.
Bukti kalau orang Islam tidak
menyembah ka’bah yaitu sebelum orang Islam menyembah Allah ta’ala
dengan
menghadap ke arah ka’bah,
lebih dahulu Allah ta’ala memerintahkan
mereka menghadap kearah Baitul Maqdis.
Jadi kita, pada awal-awal Islam,
kita diperintahkan menyembah Allah ta’ala dengan menghadap kearah
Baitul Maqdis yang ada di Palestina.
Ini pada awal-awal Islam. Sampai
kemudian turun ayat akibat Nabi shollallohu ‘alaihi wa sallam dicemooh
oleh orang-orang Yahudi : Lihatlah orang-orang Islam, mereka mengikuti,
mengekor qiblat kami !”
kata orang-orang Yahudi.
Karena orang Islam
ketika awal-awal Islam mereka sholat dengan menghadap ke Yerussalem
menghadap ke Baitul-Maqdis di Palestina. Maka ini mengundang cemoohan
orang-orang Yahudi. Ini membuat Rasul gelisah, lalu Rasululloh
shollallohu ‘alaihi wa sallam selalu meminta kepada Allah berkali-kali :
Ya Allah, Ya Allah. Meminta agar dipalingkan, dikembalikan qiblatnya,
arah hadapnya ke Baitullah
ke Ka’bah, ke Masjidil-Haram. Andaikata
orang Islam, Rasulullah dan kaum muslimin menyembah ka’bah, tidak perlu
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam minta ijin. minta kepada Allah
bahkan berkali-kali agar dapat dihadapkan kembali ke Masjidil Haram,
sebagaimana pada zaman Nabi Ibrohim dan Nabi Isma’il ‘alaihimas-salaam.
Sampai
akhirnya Allah turunkan ayat :
قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي
السَّمَاءِ'' “
Kami sering melihatmu, kata Allah ta’ala :
Kami sering
melihatmu membolak-balikkan wajahmu ke langit, “ Apa artinya ?
Kami
sering melihatmu hai Muhammad - shollallohu ‘alaihi wa sallam –
membolak-balikkan wajahmu ke langit, yaitu memohon kepada Allah. Ini,
Rasul harus memohon berkali-kali agar bisa dihadapkan kembali ke
Masjidil Haram.
Andaikata Rasul menyembah ka’bah, orang Islam menyembah
ka’bah, tidak perlu memohon kepada Allah agar dipindahkan arah qiblatnya
ke Baitulloh.
فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا
“Maka sekarang
hadapkanlah wajahmu ke arah mana, qiblat mana yang kamu ridhoi.” Ini,
akhirnya Allah kabulkan. Allah kabulkan permohonan Nabi setelah Nabi
berulang-ulang memohon kepada Allah
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ
"Maka sekarang hadapkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram.”
Artinya, setelah Rasul meminta berkali-kali, baru Allah kabulkan
dengan
Allah persilakan kaum muslimin untuk kembali menghadap ke Masjidil
Haram, ke ka’bah. Artinya, Ka’bah hanya dijadikan sebagai arah
menghadap, yaitu hadapkanlah wajahmu ke ARAH Masjidil Haram, bukan :
sembahlah Masjidil-Haram. Tetapi : Hadapkanlah ke arah Masjidil-Haram,
tetapi menyembahnya tetap kepada Allah.
Bukti yang lain : adalah
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam dan beberapa shahabatnya pernah
shalat di dalam Ka’bah.
Dicontohkan oleh Rasulullah shollallohu ‘alaihi
wa sallam : Rasul masuk ke dalam Ka’bah, lalu menjadikan pintu Ka’bah
di belakang punggungnya, yang artinya, berarti Hajar Aswad ada pula di
belakang sebelah kiri beliau.
Lalu beliau shalat di dalam Ka’bah dengan
menghadap ke arah mana beliau menghadap, yaitu ke arah depan, yaitu
sejarak 3 hasta dari depan, 3 hasta dari tembok depan, kemudian
Rasulullah shollallohu ‘alaihi wa sallam berhenti dan shalat di situ.
Demikian pula para shahabat Nabi, mereka shalat di beberapa
pojokan-pojokan Ka’bah.
Dan ini tidak menjadi masalah. Ke arah mana pun
mereka menghadap ketika mereka di dalam Ka’bah, mereka ada di arah
qiblat.
Sehingga ke mana pun mereka menghadap, tidak masalah. Andaikata
kita, Nabi, Kaum Muslimin menyembah Ka’bah, tidak boleh mereka shalat di
dalam Ka’bah.
Yang intinya mereka tidak menghadap ke mana-mana.
Karena
di pojok mana pun di dalam Ka’bah itu adalah ruang yang kosong, tidak
ada apa-apanya.
Sehingga shalat di dalam Ka’bah berarti ia shalat persis
di arah Ka’bah, atau di arah qiblat,
sehingga tidak menghadap ke arah
mana pun.
Ini menjadi dalil bahwasannya kaum muslimin tidak menyembah
Ka’bah.
karena boleh saja orang Islam shalat di dalam Ka’bah sebagaimana
yang dilakukan oleh Nabi dan shahabatnya.
Begitu pula Rasulullah
shollallohu ‘alaihi wa sallam melarang para shahabat
Nabi bersumpah
dengan mengatakan : WAL-KA’BAH “Demi Ka’bah.” Rasul melarang.
Rasul
mengganti dengan WA ROBBIL-KA’BAH “Demi Tuhan Yang memiliki Ka’bah !”
Karena tidak boleh bersumpah dengan selain Nama Allah.
Maka Rasul
melarang orang bersumpah “Demi Ka’bah !”, tapi : “Demi Tuhan Yang
memiliki Ka’bah!”
Dan bukti-bukti yang lainnya yang menunjukkan
bahwasannya kaum muslimin tidak menyembah Ka’bah, tetapi hanya
menjadikan Ka’bah sebagai qiblat atau arah hadap.