ISTIMEWA Mantan Presiden Soeharto.
TERKAIT:
JAKARTA, KOMPAS.com — Survei nasional Indo Barometer bertajuk "Evaluasi 13
Tahun Reformasi dan 18 Bulan Pemerintahan SBY-Boediono" menunjukkan, 40,9
persen responden mempersepsikan bahwa Orde Baru lebih baik dibandingkan dengan
Orde Lama dan Orde Reformasi. Hanya setengahnya, atau 22,8 persen
responden yang mengatakan bahwa Orde Reformasi lebih baik dibandingkan dengan
periode lainnya.
Hasil survei ini dipaparkan Direktur
Eksekutif Indo Barometer M Qodari kepada wartawan di Jakarta, Minggu
(15/5/2011). Ia mengatakan, hasil ini merupakan pukulan bagi semua pihak yang
menganggap reformasi sebagai momentum perubahan. "Ini ironi yang
menunjukkan bagaimana rezim (Orba) yang ingin dikoreksi justru dipandang lebih
baik," katanya.
Hasil survei memperlihatkan, publik
mempersepsikan Orba lebih baik di bidang politik, ekonomi, sosial, dan
keamanan. Orde Reformasi hanya unggul di bidang penegakan hukum. Di bidang
politik, 33,3 persen responden mempersepsikan Orba lebih baik. Sementara itu,
hanya 29,6 persen responden yang mempersepsikan Orde Reformasi lebih baik. Di
bidang ekonomi, 56,3 persen responden mempersepsikan Orba lebih baik. Sementara
itu, hanya 20,3 persen responden yang mempersepsikan bahwa Orde Reformasi lebih
baik.
Di bidang keamanan, sebanyak 53,7
persen responden mengatakan, Orba lebih baik. Hanya 20,6 persen responden yang
menganggap Orde Reformasi lebih baik. Sementara itu, di bidang hukum, 27,6
persen menganggap Orba lebih baik. Sementara 34,3 persen responden menganggap
Orde Reformasi lebih baik.
Hasil survei yang melibatkan 1.200
responden secara nasional dan dilakukan tanggal 25 April-4 Mei 2011 ini
menunjukkan bahwa masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih banyak yang
mempersepsikan bahwa Orba lebih baik dibandingkan dengan periode kepemimpinan
lainnya, yaitu sebanyak 47,7 persen. Angka ini lebih tinggi 12 persen jika
dibandingkan dengan persentase masyarakat pedesaan yang mempersepsikan Orba
lebih baik, yaitu 35,7 persen.
Dari tingkat pendidikan, seluruh
jenjang pendidikan menyatakan bahwa Orba lebih baik. Namun, secara persentase,
semakin tinggi tingkat pendidikan responden, tingkat kepuasan terhadap Orba
semakin rendah.
Cita-cita belum tercapai
Menanggapi survei ini, aktivis
reformasi Ray Rangkuti mengatakan, ada banyak cita-cita reformasi yang belum
tercapai. "Ini kritik bagi Orde Reformasi yang belum mampu memenuhi
cita-cita di bidang penegakan hukum dan HAM, pemberantasan KKN, dan lainnya.
Jika tidak ada perubahan, masa lalu yang kelam tetap menjadi impian setiap
orang," katanya.
Penanggap lainnya, ekonom Faizal
Basri, menyoroti tingginya angka masyarakat pedesaan yang mempersepsikan Orba
lebih baik dibandingkan dengan Orde Reformasi. Ada banyak penyebab mengapa hal
itu terjadi. "Penurunan angka kemiskinan lebih lambat di desa dibandingkan
dengan di kota. Sejak era reformasi, sektor pertanian semakin amburadul karena
harga pangan tak lagi ditopang. Bulog semakin tak berperan, sementara mekanisme
pasar semakin berjalan. Produk impor semakin membanjiri Tanah Air sehingga
produk lokal tak dapat bersaing," katanya.
Tak hanya itu, sejak era reformasi,
menurut dia, tak ada penambahan bendungan. Banyak saluran irigasi yang rusak,
tetapi tak diperbaiki. Era reformasi, kata Faisal, lebih banyak fokus pada
pembangunan jalan tol dan bandara.
"Presiden juga jarang turun ke desa-desa.
Presiden hanya rapat dari istana ke istana. Atau paling tidak (rapat) di
bandara. Sekalinya turun ke desa, salah. Ada sebuah foto di Setneg di mana
Presiden menggulung celana panjangnya hingga ke lutut ketika hendak panen
bersama. Beliau tidak tahu kalau padi itu tanaman yang membutuhkan air.
Presiden juga menanam padi segepok-segepok. Seharunya menanam padi itu harus
satu per satu. Padahal, beliau doktor dari IPB," kata Faisal.
INDONESIA)