Sabtu, Februari 19, 2011
Jatuh cinta pada seorang wanita, mungkin semua pria pernah
mengalaminya. Rasanya hampir tak terkatakan. Ada kalanya cinta itu
membahagiakan, tapi tak jarang juga menyakitkan. Imam Ibnul Qayyim
membagi cinta kepada wanita ini dalam tiga bentuk.
1.
Mencintai wanita dengan maksud ketaatan dan taqarrub kepada Allah. Ini
merupakan cinta kepada istri dan budak wanita yang dimiliki. Merupakan
cinta yang bermanfaat dan dapat mengantarkan kepada tujuan yang
disyariatkan Allah dan pernikahan, dapat menahan pandangan mata dan hati
untuk melirik wanita selain istrinya. Orang yang mencintai semacam ini
dipuji di sisi Allah dan di tengah manusia.
2.
Cinta yang dibenci Allah dan menjauhkan dari rahmat-Nya. Cinta yang
hanya memperturutkan hawa nafsu. Demi cinta ini, seorang hamba mau
melanggar syariat Allah . Cinta ini merupakan yang paling berbahaya bagi
hamba, yang dapat mengancam agama dan dunianya. Siapa yang memiliki
cinta ini, dia hina di hadapan Allah, dia orang yang hatinya paling jauh
dari Allah, dan cinta ini merupakan tabir penghalang antara dirinya
dengan Allah. Untuk mengobatinya adalah dengan memohon per tolongan
kepada Allah yang membolak-balikkan hati, bersungguh-sungguh untuk
kembali kepada-Nya. Sibuk mengingat-Nya, menyibukkan diri dan mengganti
cinta itu dengan cinta hanya pada-Nya. Memikirkan derita dan sengsara
yang akan dialami lantaran cinta itu, dan menggambarkan keindahan
sebenarnya dengan melupakan cinta itu.
3.
Cinta yang mubah. Cinta yang tiba-tiba datang, seperti mencintai wanita
cantik yang sifatnya dikatakan kepadanya, atau dilihat dengan tak
sengaja, lalu hati pun tertambat padanya. Tapi cinta ini tak sampai
menjerumuskan dirinya hingga melakukan maksiat dan kedurhakaan (seperti
berhubungan atau berpacaran dengan wanita itu). Yang ini tak menimbulkan
siksaan. Yang paling bermanfaat adalah membuang jauh-jauh cinta ini dan
menyibukkan diri dengan hal yang lebih bermanfaat. Dan juga harus
menyembunyikan perasaannya, menjaga kehormatan dirinya, dan sabar dalam
menghadapi ujian cinta ini. Sehingga dengannya Allah memberinya pahala.
Yang mesti dilakukan adalah mengganti cintanya itu dengan kesabaran
karena Allah, tidak patuh pada bisikan nafsu dan lebih mementingkan
keridhaan Allah dan apa yang ada di sisi-Nya.
Dari
tiga bentuk cinta di atas, dapat dipahami bahwa seandainya bara cinta
itu -yang lahir karena keindahan wajah seorang wanita mampu dipendam
(bahkan diredam), dan tidak melanjutkannya pada tahapan yang melanggar
syariat (seperti pacaran), kemudian bersabar dan memohon ketabahan
kepada Allah, dan lebih memilih keridhaan Allah walau harus bertarung
dengan perasaan sendiri, maka ini yang dibolehkan. Dan satu hal yang tak
boleh terlupakan bagi seorang muslim, bahwa Allah tak mungkin
menyianyiakan hamba-Nya yang lebih memilih cinta dan kasih sayang-Nya,
meski harus merelakan sang kekasih menjadi milik orang lain. Mungkin
dengan ujian cinta dan sikap kita yang seperti itu (lebih memilih
keridhaan Allah), Allah ingin kita menjadi hamba pilihan yang kelak akan
merasakan indahnya bersanding dengan bidadari nan menawan di
jannah-Nya.
Andaikan memilih bentuk cinta
kedua, maka ini yang disebutkan Imam Ibnul Qayyim, bahwa permulaannya
suatu yang ringan dan manis. Pertengahannya kekhawatiran, kesibukan hati
dan siksaan. Dan kesudahannya adalah kebinasaan dan kematian.
Adapun
bentuk cinta yang ketiga, maka obatnya hanya dua. Pertama berpuasa dan
menyibukkan diri pada hal yang mampu menjauhkan pikiran ke arah “sana”,
dan jika puasa sudah tak bisa untuk meredam gejolak cinta itu, maka tak
ada jalan lain lagi selain menikah.
“Menikah
dengan wanita yang dicintai merupakan obat cinta yang paling mujarab,
yang dijadikan Allah sebagai penawar yang sejalan dengan ketetapan
syariat,” demikian Ibnul Qayyim meyakinkan.
Cinta Tertinggi Hanya untuk Allah dan Rasul-Nya
Rasulullah
bersabda, “Ada tiga perkara apabila terdapat pada diri seseorang, maka
dia akan merasakan manisnya iman. Ia menjadikan Allah dan Rasul-Nya
lebih dicintainya daripada selain keduanya, ia mencintai seseorang hanya
karena Allah, ia sangat benci kembali pada kekufuran sebagaimana ia
benci dicampakkan ke dalam api.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Karena
itu, jika kita mencintai seseorang, usahakan jangan sampai melebihi
cinta kita pada Allah dan Rasul-Nya, agar cinta kita tidak
menggelincirkan diri kita dalam dosa?
Jatuh cinta pada seorang wanita, mungkin semua pria pernah
mengalaminya. Rasanya hampir tak terkatakan. Ada kalanya cinta itu
membahagiakan, tapi tak jarang juga menyakitkan. Imam Ibnul Qayyim
membagi cinta kepada wanita ini dalam tiga bentuk.
1.
Mencintai wanita dengan maksud ketaatan dan taqarrub kepada Allah. Ini
merupakan cinta kepada istri dan budak wanita yang dimiliki. Merupakan
cinta yang bermanfaat dan dapat mengantarkan kepada tujuan yang
disyariatkan Allah dan pernikahan, dapat menahan pandangan mata dan hati
untuk melirik wanita selain istrinya. Orang yang mencintai semacam ini
dipuji di sisi Allah dan di tengah manusia.
2.
Cinta yang dibenci Allah dan menjauhkan dari rahmat-Nya. Cinta yang
hanya memperturutkan hawa nafsu. Demi cinta ini, seorang hamba mau
melanggar syariat Allah . Cinta ini merupakan yang paling berbahaya bagi
hamba, yang dapat mengancam agama dan dunianya. Siapa yang memiliki
cinta ini, dia hina di hadapan Allah, dia orang yang hatinya paling jauh
dari Allah, dan cinta ini merupakan tabir penghalang antara dirinya
dengan Allah. Untuk mengobatinya adalah dengan memohon per tolongan
kepada Allah yang membolak-balikkan hati, bersungguh-sungguh untuk
kembali kepada-Nya. Sibuk mengingat-Nya, menyibukkan diri dan mengganti
cinta itu dengan cinta hanya pada-Nya. Memikirkan derita dan sengsara
yang akan dialami lantaran cinta itu, dan menggambarkan keindahan
sebenarnya dengan melupakan cinta itu.
3.
Cinta yang mubah. Cinta yang tiba-tiba datang, seperti mencintai wanita
cantik yang sifatnya dikatakan kepadanya, atau dilihat dengan tak
sengaja, lalu hati pun tertambat padanya. Tapi cinta ini tak sampai
menjerumuskan dirinya hingga melakukan maksiat dan kedurhakaan (seperti
berhubungan atau berpacaran dengan wanita itu). Yang ini tak menimbulkan
siksaan. Yang paling bermanfaat adalah membuang jauh-jauh cinta ini dan
menyibukkan diri dengan hal yang lebih bermanfaat. Dan juga harus
menyembunyikan perasaannya, menjaga kehormatan dirinya, dan sabar dalam
menghadapi ujian cinta ini. Sehingga dengannya Allah memberinya pahala.
Yang mesti dilakukan adalah mengganti cintanya itu dengan kesabaran
karena Allah, tidak patuh pada bisikan nafsu dan lebih mementingkan
keridhaan Allah dan apa yang ada di sisi-Nya.
Dari
tiga bentuk cinta di atas, dapat dipahami bahwa seandainya bara cinta
itu -yang lahir karena keindahan wajah seorang wanita mampu dipendam
(bahkan diredam), dan tidak melanjutkannya pada tahapan yang melanggar
syariat (seperti pacaran), kemudian bersabar dan memohon ketabahan
kepada Allah, dan lebih memilih keridhaan Allah walau harus bertarung
dengan perasaan sendiri, maka ini yang dibolehkan. Dan satu hal yang tak
boleh terlupakan bagi seorang muslim, bahwa Allah tak mungkin
menyianyiakan hamba-Nya yang lebih memilih cinta dan kasih sayang-Nya,
meski harus merelakan sang kekasih menjadi milik orang lain. Mungkin
dengan ujian cinta dan sikap kita yang seperti itu (lebih memilih
keridhaan Allah), Allah ingin kita menjadi hamba pilihan yang kelak akan
merasakan indahnya bersanding dengan bidadari nan menawan di
jannah-Nya.
Andaikan memilih bentuk cinta
kedua, maka ini yang disebutkan Imam Ibnul Qayyim, bahwa permulaannya
suatu yang ringan dan manis. Pertengahannya kekhawatiran, kesibukan hati
dan siksaan. Dan kesudahannya adalah kebinasaan dan kematian.
Adapun
bentuk cinta yang ketiga, maka obatnya hanya dua. Pertama berpuasa dan
menyibukkan diri pada hal yang mampu menjauhkan pikiran ke arah “sana”,
dan jika puasa sudah tak bisa untuk meredam gejolak cinta itu, maka tak
ada jalan lain lagi selain menikah.
“Menikah
dengan wanita yang dicintai merupakan obat cinta yang paling mujarab,
yang dijadikan Allah sebagai penawar yang sejalan dengan ketetapan
syariat,” demikian Ibnul Qayyim meyakinkan.
Cinta Tertinggi Hanya untuk Allah dan Rasul-Nya
Rasulullah
bersabda, “Ada tiga perkara apabila terdapat pada diri seseorang, maka
dia akan merasakan manisnya iman. Ia menjadikan Allah dan Rasul-Nya
lebih dicintainya daripada selain keduanya, ia mencintai seseorang hanya
karena Allah, ia sangat benci kembali pada kekufuran sebagaimana ia
benci dicampakkan ke dalam api.” (Riwayat Al-Bukhari dan Muslim)
Karena
itu, jika kita mencintai seseorang, usahakan jangan sampai melebihi
cinta kita pada Allah dan Rasul-Nya, agar cinta kita tidak
menggelincirkan diri kita dalam dosa?
0 Kritik:
Posting Komentar